Jokowi Tiga Periode, Bunuh Diri Mas

Oleh M. Rizal Fadillah – Pemerhati Politik dan Kebangsaan

RUPANYA Jokowi pusing ketika masa jabatannya mau habis. Terbayang hutang janji-janji yang belum juga lunas, bahkan tak mungkin lunas. Proyek-proyeknya ngeri-ngeri sedap terancam gagal, bahkan sudah dapat dipastikan gagal. Kepercayaan rakyat yang dibangun dengan modal pencitraan terus merosot dan dipastikan ambrol. Jokowi khawatir dan dipastikan semakin panik.

Anak mantu harus dilindungi, majikan harus tetap mempercayai, dan para pembantu dijaga untuk tidak berubah menjadi pembunuh. Meski Pemerintah telah banyak juga membunuh sejak  Pemilu hingga Km 50. Bunuh dokter juga.

Kepanjangan tangan jika nanti berhenti semakin tidak jelas. Ganjar tidak saja mau bersinar, Luhut masih di dasar laut, Risma anak TK yang bawel dan  bikin jengkel, oh mungkin Andika ?

Manuver soal keturunan PKI menjadi blunder dan mengubah konstelasi. Andika nampak mentah dalam berpolitik.

Upaya memperpanjang Pemilu telah membentur dan dianggap tidak populis. Tiga periode adalah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan. To be or not to be. Tinggal mengendalikan partai politik dengan bersedekah kursi, meminta kesetiaan Kepolisian dan TNI, serta dukungan palsu yang dimobilisasi. Model rekayasa Kepala Desa. Strategi desa mengepung kota.

Tapi sebenarnya tiga periode itu adalah langkah bunuh diri, karena :

Pertama, dinilai sebagai kudeta konstitusi dan penghianatan atas semangat reformasi. Reformasi itu menumbangkan Orde Baru dengan perubahan masa jabatan Presiden menjadi dua periode. Kudeta konstitusi sulit untuk ditoleransi dan wajib digagalkan.

Kedua, membuka jalan bagi aksi dan gerakan penumbangan kekuasaan. Rakyat baik buruh, mahasiswa, umat Islam, purnawirawan, dan elemen lainnya akan mendesak Jokowi untuk lengser secepatnya. Skenario perpanjangan tiga periode adalah “tackling” keras yang bersanksi tendangan penalti.

Ketiga, dusta Presiden yang ke-sejuta. Dahulu pernah mengecam upaya ini sebagai menjilat, menampar muka, dan menjerumuskan. Lalu dengan berbasis moralitas menolak dengan tegas. Kini dusta ke-sejuta ini tidak akan bisa dimain-mainkan lagi. Rakyat tidak bodoh dan bukan tidak bisa marah. Kemarahan rakyat tidak akan mampu untuk dibendung.