Jokowi “Setengah Mati” oleh Ulahnya Sendiri

Beberapa indikator dari  faktor kepemimpinan Jokowi yang jauh dari kapasitas dan integritas itulah, negara semakin terpuruk menuju kegagalan. Kehidupan rakyat utamanya dalam aspek sosial politik, sosial ekonomi dan sosial keamanan, terus jatuh terjun bebas. Setelah rangkaian kebohongan mobil Esemka, stop impor, stop utang, dll. PHK massal yang mendongkrak angka pengangguran, kenaikan harga-harga kebutuhan pokok termasuk pajak, tarif listrik, gas elpiji dan BBM yang membuat lemahnya daya beli rakyat. Melonjaknya angka kemiskinan dan tingginya angka kejahatan yang diikuti semakin melebarnya ketimpangan sosial. Kondisi yang demikian semakin runyam dan diperburuk dengan lemahnya penegakkan hukum dan lemahnya aspirasi dan  partisipasi politik rakyat melalui partai politik. Bisa jadi membuat Indonesia terancam konflik sosial dan terjadinya amuk masa. Apalagi jika rezim Jokowi memaksakan kehendak untuk jabatan presiden 3 periode atau perpanjangan jabatan. Resiko dan bahaya yang maha dahsyat bagi keberlangsungan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI.

Kini kehancuran sudah di depan mata, bukan wellfare state tapi yang ada hanya kecenderungan fail state. Rezim kekuasaan yang mengadopsi konsep dan praksis  kapitalisme dan komunisme ini, terlanjur mengedepankan liberalisasi dan sekulerisasi dalam proses penyelenggaraan negara. Wajar saja jika kehidupan negara jauh dari kemakmuran dan rasa  keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Baik buruk pemimpinnya, baik buruk rakyatnya. Dibawah kepemimpinan Jokowi yang terjadi adalah semua yang kontradiktif terhadap implementasi nilai-nilai yang ada pada Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Rezim Jokowi yang kerapkali melakukan kriminalisasi aktifis pergerakan dan para ulama yang kritis, kini semakin menjadi tirani dan kekuasaan absolut dengan meloloskan RUU KUHP menjadi produk UU yang sah.

Tak cukup acara relawan di GBK yang berkedok kegiatan nusantara bersatu yang sesungguhnya modus nafsu jabatan 3 periode atau perpanjangan jabatan. Rezim Jokowi juga menyiapkan sekoci atau alternaif pemimpin boneka yang  bisa menjamin keberlanjutan program pemerintah  sebelumnya seperti infra struktur yang mangkak,  IKN, KCJB, proyek pertambangan strategis seperti nikel dlsb. Kini Jokowi tak lagi mampu dan busa berpikir tentang rakyat dan masa depan negara bangsa Indonesia. Bagi Jokowi yang ada hanya tentang kekuasaaan. Bagaimana merebut dan mempertahankan kekuasaan, bahkan saat ia masih berada dan di ujung kekuasaannya. Betapa susahnya menjadi Jokowi, karena ia telah kehilangan kemanusiaannya. Jokowi telah kehilangan patriotisme dan nasionalismenya, kehilangan jiwa, karakter dan integritas kepemimpinannya.

Mungkin hanya Jokowi dan Tuhan  yang tahu, tentang seberapa besar dan seberapa lama kekuasaan rezim Jokowi bisa ada dan dipertahankan. Karena,  sebagai manusia yang terbatas dan lemah dan  sebagai makhluk dari  Tuhan  pemilik kekuasaan yang Maha Tinggi dan Maha Besar. Jokowi kini dalam keadaan sulit untuk memilih menjadi manusia besar atau kerdil, menjadi manusia mulia atau hina apalagi  memiliki kesadaran memimpin dan terpimpin. Kalau saja presiden 3 periode atau perpanjangan jabatan dan bukan tidak mungkin pemimpin boneka lainnya dipaksakan Jokowi. Maka sejatinya, Jokowi berada di antara hidup dan mati, berada dalam keadaan selamat dan bahaya. Ya kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi tergantung Jokowi sendiri baik saat masih menjabat presiden maupun usai tak lagi memegang kekuasaan. Menjadi tetap terhormat dan dihargai saat tak lagi menjabat presiden, atau setengah mati menjadi Jokowi di ujung jabatannya karena perilaku menyimpang kekuasaannya . Ya, jangan sampai Jokowi   “setengah mati” karena ulahnya sendiri. (FNN)