Apa yang Jokowi masksudkan radikalisme dan intoleran? Dengan pemahaman apa ia memasuki isu radikalisme dan intoleransi? Tidak ada yang mengetahuinya. Tetapi apapun itu Presiden Jokowi telah memperlihatkan relasi determinan agama, terlihat mengarah pada Islam, dengan radikalisme dan intoleransi. Itu yang mengakibatkan penyataannya membahana membelah realitas kemesraan tradisional NU dan Muhammadiah dengan kementerian ini.
Pak Din, professor pintar dan berintegritas top ini pun menanggapinya. Kata Pak Din, seharusnya Kemenag bukan memberantas hal semacam itu. Kemenag memiliki peranan yang jauh lebih luas membangun moralitas bangsa. Kemenag jangan disalahfungsikan, sebab radikalisme tidak hanya diseputaran agama.
Radikalisme tidak hanya radikalisme keagamaan. Lebih jauh, disini terlihat Pak Din menempatkan, membawa isu itu ke dalam alam konstitusionalisme. Pak Din menguraikan dalam nada kritis “kenapa tidak boleh disebut radikalisme ekonomi, yang melakukan kekerasan pemodal, yang menimbulkan kesenjangan. Dalam penilaian kritisnya Pak Din menamakan radikalisme ekonomi. Kenapa tidak radikalisme politik? Kata radikalisme itu agak “tendensius” tanda petik dari saya, karena lebih banyak ditekankan kepada umat Islam. (Teropongsenayan, 24/10).
Jalan Pak Din memang bukan jalan Kiyai Robikin, salah seorang fungsionaris PB NU. Kiyai Robikin memperlihatkan kemiripan pandangan NU dengan Presiden mengenai bahaya radikalisme. Tetapi kemiripan ini tidak cukup membuat NU, setidaknya Kiyai-kiyai NU di daerah nyaman. Karena bukan orang NU itulah menurut Kiyai Robikin, banyak kiyai di daerah yang protes (Kumparan, 24/10).
Kiyai Robikin tak mungkin memasuki area ini tanpa alasan. Tetapi Jokowi, entah karena keluhan NU atau bukan, sehari setelah pengangkatan Menteri Agama, mengangkat KH Zainut Tauhid Sa’adi menjadi Wakil Menteri Agama. Kiyai Zainut dikenal luas memiliki jejak positif dalam urusan keummatan. Beliau tahu seluk-beluk perasaan ummat Islam. Kapasitasnya yang hebat memudahkan Pak Wamen menemukan cara pemecahannya. Pak Wamen sontak menyodorkan gagasan silaturrahim dengan para
Kiyai dan Ormas keagamaan. Menurutnya ini harus sudah terlaksana sebelum benar-benar merancang program dan kegiatan kementerian ini. Sebab (isu radikalisme), dalam penilaiannya bisa menyebabkan kontroversi. Mengurainya menjadi pekerjaan yang harus segera dilakukan Kemenag (Republika.co.id, 25/10). Pak Wamen benar, terminologi radikalisme dan intoleransi itu sangat tak jelas.