Penulis: Damai Hari Lubis
Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212
Banyak muncul persepsi negatif dari publik, dalam bentuk kecurigaan, ” bahwa pernikahan antara Anwar Usman atau AU. dengan Idawati, adik dari Jokowi, bagai simbol pernikahan politik, ” oleh sebab menurut Kode etik hakim AU. semestinya mengundurkan diri saat setelah menikahi adik Jokowi, karena perubahan status hubungan kekeluargaan, yang sebelumnya AU adalah orang lain, berubah menjadi semenda atau ipar dari Presiden Jokowi.
Oleh sebab hukum, objek gugatan Judisial review/ JR. melulu adalah selalu produk undang – undang atau hirarki yang sederajat dengan undang – undang. Dimana selain legislatif/ DPR RI, Presiden adalah pejabat tinggi publik pengesah dan sekaligus user undang – undang atau pengguna daripada objek perkara atau materi JR. Yang akan diajukan oleh setiap penggugat. Sehingga menjadikan subtantif Jokowi selaku pihak terkait, walau dalam prakteknya diwakili menteri atau pejabat tinggi pemerintahan ( Eksekutif ) yang berkompeten sebagai ad interm Negara RI. Sehingga riil secara de yure atau sistim konstitusi serta de facto, Pucuk Pimpinan Penyelenggara Negara RI. adalah Jokowi selaku Presiden atau kepala negara.
Bahwa, dari sisi etika atau moralitas, AU. Yang tetap sebagai Hakim dan Ketua MK.telah melanggar beberapa item Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 09/ PMK/ 2006 Tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik Dan Perilaku Hakim Konstitusi. Khususnya prinsip – prinsip ;
1. Independensi. Hal yang terdapat pada aturan penerapan Nomor. 3. yakni, Hakim MK.” mesti terlepas dari pengaruh lembaga eksekutif, legislatif dan lembaga lembaga negara lainnya “.
2. Prinsip ketakberpihakan atau imparsialitas. Hal pada
Penerapan Nomor 1, ” Tidak Condong pada salah satu pihak ” dan Nomor 5 b. ” Anggota keluarganya mempunyai kepentingan langsung terhadap putusan “.
Sehingga AU. Selaku pengemban jabatan Hakim di Mahkamah konstitusi, menimbulkan kecurigaan publik, ” akan adanya eksistensi dalam bentuk intrik-intrik politik kepentingan diri Jokowi beserta keluarga dan kroni, oleh sebab Jokowi yang sah sebagai Kakak Ipar merupakan Presiden RI. Dan eksekutif tertinggi, otomatis secara logika dan juga manusiawi, tak terelakkan adanya faktor konflik interest yang korelasi terhadap sisi moralitas dapat meninggalkan nilai keadilan dan kejujuran.
Selanjutnya dalam perkembangannya AU. seperti memiliki imunitas terhadap keberlakuan kode etik yang tercantum jelas di dalam Peraturan MK. No. 9/ PMK/2006. Karena AU. Bergeming, tidak mengundurkan diri, alias tetap egoistis, menjabat hakim MK.
Dan yang mencolok, bukan sanksi etik didapat AU. Justru Extra ordinary AU. Pada 15 Maret 2023. Terpilih kembali sebagai Ketua MK periode 2023 – 2028.
Maka, ” isu semakin santer oleh karena sinyal politik hukum kental ditunggangi dari berbagai akses penguasa istana “, melalui AU. Yang terus dipertahankan oleh arogansi kekuatan dan kekuasaan selaku pemutus vonis di lembaga MK. Sesuai pesanan, atau MK. Replika Petugas Jokowi dibidang yudikatif, untuk proteksi dan antisipasi kekalahan atau demi kemenangan Pilpres kepada sosok bakal Capres- Cawapres di Pilpres 2024. Yang didukung oleh Jokowi, yang selain power of syndrome, mungkin Jokowi khawatir akan dosa – dosa terhadap beberapa diskresi politik dan hukum yang overlap antara satu dengan lainnya, khususnya perilakunya didalam penegakan hukum yang sering suka – suka atau diskriminatif, termasuk praktek pembiaran dan atau obstruksi hukum yang menyimpang dari sistim hukum positif.
Persepsi negatif publik ini, bukan tidak beralasan, karena ada beberapa tanda – tanda gejala diskursus politik rezim dibawah komando Jokowi yang cukup brutal, karena deskriptif menggunakan pola kriminalisasi terhadap Anies Baswedan sebagai figur bakal Capres 2024.
Gejala pola kriminalisasi ini diiringi isu akan dipenjarakannya Anies oleh KPK. melalui tahapan penetapan status akan ditersangkakan-nya Anies. Kemudian spontanitas berkembang gejolak dinamika sosial, Ketua KPK. Firli Bahuri mendapat banyak perlawanan publik melalui berbagai legal opinion public dari kalangan akademisi dan praktisi serta aktivis hukum, atas nafsu syahwat Firli memenjarakan Anies, termasuk perlawanan opini masyarakat peduli penegakan hukum dan keadilan yang nyinyiri Firli diberbagai medsos.
Oleh sebab salah satunya Firli, tanpa adanya temuan bukti awal dari BPK. Sebagai lembaga audit sah negara, akibatnya agenda ekstrim ini nampak stagnan.
KPK lembaga anti rasuah yang ditengarai publik sering melakukan praktek diluar metode normatif sehingga bertentangan dengan prinsip due proccess of law, melainkan sekedar menjalankan pesanan penguasa atau keberpihakan, dengan cara melakukan konspirasi dengan rezim penguasa yang menggunakan kekuatan politik dan hukum serta kekuasaan. Sehingga publik negatif thinking, publik memperkirakan KPK tidak akan menyerah, Firli akan melanjutkan upaya kriminilisasi melalui perpanjangan jabatan masa bakti yang sudah diperoleh Firli, yang tertunda menangkap buruannya bakal TSK. Anies, kemudian akan melanjutkan episode kejar tayang untuk order penjarakan Anies, saat jelang pilpres 2024. Atau setelah kemenangan Anies pada Pemilu Pilpres ?
” Ataukah akan didahului dengan rekayasa penggantian Ketua BPK. Termasuk tim auditnya ? Hal rentang waktu untuk memburu Anies ini, sudah dikantongi Firli, karena masa jabatannya sebagai Ketua KPK 4 tahun, yang seharusnya efektif pensiun di Bulan Desember 2023. Namun melalui Putusan MK. No. 112/ PMK/ XX/ 2022. Tertanggal 21 Februari 2023. Masa bakti Firli ditambah menjadi 5 tahun, atau bertambah satu tahun dari 2023, hingga efektif masa bakti Firli sampai dengan 5 Desember 2024 “.
Maka ketika benang merah antara pernikahan politik Anwar Usman dengan perpanjangan waktu jabatan Firli Bahuri yang sosok induk akarnya adalah pemimpin yang sama, yaitu Jokowi.n” Maka prinsipnya AU. Received sebagai sosok hakim MK. Yang akan membuahkan vonis penolakan daripada JR. yang diajukan oleh pihak Anies atau mengabulkan JR. yang diajukan pihak Capres asuhan Jokowi. Sehingga individu dari Capres yang manapun yang mendapat dukungan Jokowi harus mendapatkan kursi RI.1. ” dan diantara kedua pola atau planning dimaksud, mana yang lebih dulu apakah by desain agenda KPK atau agenda MK. Tentunya dimensi politik agenda para konspirator.
Muara pergolakan politik dan kekuasaan ini, dalam makna persepsi negatif terkait 2 metode ( dua pola ), jika faktanya benar diterapkan oleh rezim kontemporer, dalam wujud rekayasa kriminalisasi terhadap diri Anies, dengan memperalat lembaga dan individu – individu subjek hukum MK. Dan atau KPK, sungguh berdampak kausalitas yang serius, bakal timbulkan bencana extra chaotic, berkualitas bangkitkan ghiroh atau memantik pecahnya perlawanan daripada sosok Anies yang sudah nampak pasang badan, serta percaya diri dengan dukungan jutaan bahkan puluhan juta simpatisan plus relawan yang ubun – ubun mereka sudah cukup panas sejak era kepemimpinan Jokowi 2015 – 2023.
Replika atau poto kopi dari kontrak sosial/ kontrak politik, Jokowi sarat dimensi kebohongan yang berjumlah puluhan dan kasat mata. Diantaranya termasuk tanda tanya besar, terkait hak publik yang berdasarkan asas tranparansi informasi dan akuntabilitas pejabat publik, terhadap keaslian ijasah S.1Jokowi, dari fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada,yang tak pernah Ia klarifikasi, walau sudah berdampak dipenjarakannya Gus Nur dan Bambang Tri Mulyono dengan vonis 6 tahun dari tuntutan 10 tahun penjara, sehingga terakumulasi bertambah panasnya ubun – Ubun banyak kelompok, atau masyarakat bangsa ini, lalu bukan mustahil akan menimbulkan revolusi sosial berikut implikasi dari para provokator, lalu berbuntut eigenrichting, atau penghakiman massa atau representasi daripada “street justice atau peradilan jalanan,” terhadap para penguasa termasuk terduga kelompok oligarki, atau eks penguasa. Kemudian akibat revolusi sosial, bisa jadi timbulkan high risk berupa pro – kontra antara kelompok atau golongan diantara anak bangsa, lalu mengerucut terjadi perpecahan di tubuh TNI & Polri.
Pastinya semua kerugian bertumpu kepada rakyat bangsa ini secara general, karena implikasinya kemunduran ekonomi dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik dan hukum yang teramat sulit untuk dapat digambarkan.