Oleh : Damai Hari Lubis – Koordinator TPUA/ Tim Pembela Ulama & Aktivis
Jadi untuk apa hak angket, sekedar reunian antara anggota DPR RI saja ? Jika menurut Jimly Asshiddiqie hak angket tidak boleh melebar kepemakzulan Presiden dan membatalkan hasil pemilu.
Namun dari sisi kacamata hukum, pola pikir Jimly memang tepat, andaikan Anggota Parlemen di Senayan yang bersidang tidak menemukan Jokowi telah melakukan pelanggaran yang signifikan terhadap konstitusi dan moralitas, selama Ia menjalankan tugas kepresidenannya, dalam kurun waktu 2019 – 2024.
Begitu pula KPU. dan BAWASLU dalam rangka penyelenggaraan hingga terselenggaranya pemilu 2024 ( Pilpres & Pileg ) tidak pernah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sistim hukum sesuai UU. Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu dan keduanya ( KPU RI & BAWASLU RI ) tidak ditemukan telah melakukan penyimpangan dari ketentuan PKPU yang ada, serta tidak melanggar prinsip – prinsip hukum lainnya.
Artinya DPR RI. tidak boleh mencari – cari kesalahan yang kenyataannya memang tidak ada.
Namun jika ternyata oleh Anggota Dewan di Senayan, diketemukan pelanggaran – pelanggaran berat telah dilakukan oleh Jokowi, KPU dan BAWASLU, tentunya DPR RI boleh mengambil langkah dan atau kebijakan politik hukum sesuai konstitusi, atau berkesesuaian dengan prosedural sesuai sistim hukum yang mengatur dan berlaku ( equalitas dan due of procces ). Karena negara RI adalah negara yang berdasarkan hukum ( rule of law ).
Selanjutnya tentu ideal konstelasi politik yang sudah dan sedang berjalan mesti terus dibangun serta mesti diluruskan aturan mainnya, tidak boleh aturan yang ada dibuat permainan oleh para penguasa durjana yang kasat mata, maupun tersembunyi. (sumber: Faktakini)