Menurut teori kepribadian dan sosiologi yang saya jelaskan di atas, GN memang telah meninggalkan kenyamannannya sebagai orang terhormat pada level Self Esteem yang disebut Maslow of Hierarchy of Needs. Moralitas GN terganggu dengan adanya rencana mengubah Pancasila, sebagaimana yang sedang diupayakan pada RUU Pancasila beberapa bulan lalu.
Sebagai prajurit dan anak prajurit yang besar dalam asrama militer, GN mempunya “super ego” yang sensitif atas isu Pancasila tersebut. Selain isu Pancasila sebagai utama, akhirnya merembet pada isu-isu lainnya yang terkait dengan degradasi negara dan bangsa yang menuju kehancuran, yang ditandai dengan isu2 deislamisasi, oligarki dan kesalahan penanganan pandemi Covid-19.
Dalam orasi politiknya, sebagai demonstran, GN telah menyatakan siap mati atau ditangkap rezim ini, jika upaya politik moral yang dia jalankan untuk mengkoreksi kehidupan berbangsa dan bernegara direspon sebagai kejahatan.
Namun, essai yang saya tulis ini sesungguhnya kembali untuk menjawab pertanyaan Mohammad Jumhur Hidayat, mantan tokoh aktifis ITB legendaris yang ditangkap militer di masa Orde Baru, yang bertanya pada saya: Kenapa Seorang Jenderal Mau ikutan Demo? Mungkin Jumhur cemburu bahwa sudah ada sosok (eks) militer yang juga mau demonstrasi, bukan lagi hanya kaum buruh atau mahasiswa atau anak STM. Cemburu karena ada manusia yang mau meninggalkan semua kemewahan menjadi seorang demonstran, demi menyelamatkan negara ini.(end)
(Penulis: DR. Syahganda Nainggolan, Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle.)