Oleh : Faizal Assegaf (kritikus)
Ahok sangat agresif melicinkan agenda licik Mulyono, Mega dan PDIP di Pilgub Jakarta. Sementra Habib Rizieq (HRS) dan Prabowo aktif mengamati. Konsolidasi di panggung belakang terus bergulir menyatukan umat.
Kelompok FPI, 212 dan HRS punya garis tegas. Merasakan pahitnya menjadi korban paling tragis atas konspirasi rezim Jokowi dan PDIP. Sudah tentu tidak akan memberi ruang kompromi untuk bersekutu.
Terlebih ketika Ahok dan pendukungnya sangat berperan besar di lingkar Megawati, makin meyakinkan HRS dan FPI bersikap waspada. Ahok dinilai menjadi bagian operator misi politik Megawati dan Jokowi di Pilgub Jakarta.
Tak heran, Ahok tampil mengirim pesan ke ruang publik mengantarkan Pramono Anung saat mendaftar ke KPUD. Momen itu dipamerkan oleh PDIP untuk menegaskan Ahok, Megawati dan Jokowi sangat solid.
Kekalahan di Pilgub 2017, tampaknya menyimpan dendam politik yang sangat membara bagi Ahok, Mega, PDIP, Jokowi dan loyalisnya. HRS dan elemen 212 tanpa henti difitnah sebagai kelompok intoleran dan radikal.
Bahkan Prabowo, Gerindra dan PKS yang saat itu mengusung Anies, menjadi sasaran amuk kebencian Ahoker dan Jokower. Rupa macam cara dilakukan untuk memisahkan PKS, Prabowo dan Anies. Demi tujuan memuluskan siasat jahat.
Kini, semakin terang. Jokowi berperan menyandera elite partai agar mengunci peluang Anies maju di Pilgub DKI. Sementara Ahok, Mega dan PDIP menyiapkan Pramono Anung sebagai ‘gerobak politik’ barunya. Tidak lain untuk merebut kembali kekalahan mereka di tahun 2017.
HRS, elemen 212 dan warga DKI Jakarta yang loyal kepada Anies dan terzalimi, tentu tidak diam. Sangat dilematis: Membiarkan Ridwan Kamil kalah, atau bersama Prabowo dan KIM untuk mencegah permainan kotor Jokowi dan Megawati?
Peta kemenangan Pilgub Jakarta tergantung HRS dan jejaring elemen 212. Prabowo dan KIM terlanjur mengusung RK – Suswono, bukan Anies. Tapi, membiarkan PDIP, Ahok, Jokowi dan Mega menangkan Pramono, tentu fatal.
Umat menanti keputusan HRS…!