Jawa-Non Jawa, Mitos Sesat Bikinan Belanda Terbawa Sampai Pilpres…

Apa sebenarnya yang dimaksud mitos?

Mitos adalah cerita sejarah yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Sebuah peristiwa yang terlalu dilebih-lebihkan. Kepercayaan yang tidak berdasarkan fakta ilmiah, yang mendekati kebohongan dan manipulasi.

Ahli sejarah Jawa, Hermanus Johannes De Graaf, mengungkapkan pula kuatnya unsur mitos dalam Babad Tanah Jawa. Kebenaran Babad menurutnya ialah kebenaran historis yang berbaur dengan legenda dan simbolisme.

Bagaimana dengan dikotomi Jawa dan non Jawa dalam konteks pemilihan presiden ?

Pada masa pergerakan kemerdekaan pertentangan seperti ini tidak pernah terjadi. Sulit dibayangkan peristiwa seperti Sumpah Pemuda 1928 dapat berlangsung apabila para tokoh saat itu membatasi diri dengan dikotomi Jawa-non Jawa.

Sulit pula dibayangkan kata “merdeka” dan “Indonesia” dapat dicetuskan oleh para mahasiswa Indonesia dari berbagai daerah yang tergabung dalam Perhimpunan Indonesia, di negeri Belanda, tanpa lebih dulu mereka membuang mindset etno-nasionalisme sempit.

Sukarno-Hatta naik menjadi presiden dan wakil presiden bukan karena keduanya merepresentasikan kesukuan (Jawa dan non Jawa), melainkan lebih karena suatu kebutuhan untuk menyeimbangkan penyelesaian persoalan ril politik dan ekonomi yang terjadi pada masa itu. Termasuk adanya kebutuhan terhadap figur yang lebih memahami lapangan diplomasi internasional yang terdapat pada diri Hatta.

Dwitunggal Sukarno-Hatta sesungguhnya lebih disimbolkan sebagai solidarity maker dan administration maker. Kedua-duanya merupakan simbol pemersatu.