Jangan Sampai Pemaksaan BPJS Menjadi Alat Tampar ke Presiden

Menjerumuskan ke Negara Komunis

Kalau ditarik-tarik terus bahwa pembayaran BPJS Kesehatan bakal menyehatkan keuangan negara dan karena itu bermanfaat buat bangsa, pola pikir ini,  satu, tidak tepat, dan kedua dapat menjerumuskan kita kepada negara yang bersifat komunis atau totaliter. Apa itu?

Dapat dihitung berapa tolal pendapatan dari kewajiban iuran BPJS kesehatan bagi pihak yang mau jual beli tanah. Jumlah ini kalau pun kemudian berhasil dikeruk, berapa anggaran BPJS Kesehatan yang harus kembali dikeluarkan dari kewajiban orang baru yang memakai PBJS kesehatan yang sebelumnya dapat membuayai diri sendiri? Kalau pun hasilnya tak banyak, jangan-jangan malah tekor!

Kemudian, kedua, semua yang dipaksa dan dibatasi dengan dalih untuk kepentingan bangsa, mirip pola pikir negara komunis. Misal, pembatasan membeli makanan dan jarta benda. Alasannya harus dibatasi dan dikenakan dana sosial tambahan untuk rakyat. Kan ada pajak? Oh pajak lain lagi!!

Alat Kekuasaan

BPJS Kesehatan sudah terang benderang sangat baik dan sangat bermanfaat bagi rakyat. Tidak ada yang meragukan soal ini. Sudah terbukti lewat BPJS Kesehatan masyarakat luas sangat terbantu dan tertolong. Pelayanan kesehatan yang semula tidak mungkin terjangkau rakyat, kini dengan adanya BPJS Kesehatan dapat menjadi kenyataan. Operasi ratusan juta rupiah yang semula terbayangkan aja oleh rakyat gak berani, kini dapat menjadi terwujud. Oleh karena itu dengan kesadarannya sendiri, masyarakat berbondong-bondong menjadi anggota BPJS Kesehatan.

Dari sini kita dapat menarik pelajaran: BPJS Kesehatan merupakan kebutuhan masyarakat. Memiliki kartu peserta BPJS Kesehatan merupakan  kebutuhan masyarakat.

Dalam kontek ini  (Inpres) No 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, tidak masalah. Inpres itu menginginkan agar kemanfaatan BPJS buat rakyat yang membutuhkan dioptimalkan. Sesuatu yang wajar dan patut dilakukan seorang pemimpin. Maka sejatinya tak ada alasan kita untuk tidak mendukung keberadaan dan pelaksanaan BPJS Kesehatan.

Masalahnya, ketika diimplementasi di bawah, Inpres itu dilaksanakan secara berlebihan, tidak proposional, dan ada kesan aroma “ABS” terjadap presiden.