Sementara untuk umat Islam dibangun stigma. Intoleran, radikal, ekstrim, khilafah, atau lainnya. Sebelumnya teroris dan ISIS. Kurikulum berbau jihad dan qital (perang) dihapuskan. Moderasi dan deradikalisasi dipropagandakan. Agama disekulerkan. Pelecehan dan kriminalisi ulama.
Komunis mahir dalam mengadu domba antar umat.
Rezim sendiri tidak berupaya mencegah perkembangan komunisme bahkan seperti membiarkan. Tidak “aware”terhadap bahaya gerakan komunis. Dengan enteng menyatakan “mana PKI ?” dan “komunisme itu sudah dilarang !”. Wajar jika rakyat khususmya umat Islam menduga bahwa penyusupan di samping terjadi di parlemen, juga sudah sampai ke pusat kekuasaan .
Partai Komunis Cina saja di masa rezim ini sudah bisa bekerjasama erat dengan partai politik dan institusi resmi negara. Demikian juga telah sukses menginjakan kaki di ruang istana.
Kader-kader komunis saat ini sangat mahir dalam tiarap dan merayap. Mereka menghindarkan diri dari posisi sasaran tembak. Bahkan berlindung dibalik ideologi Pancasila. Seolah menjadi pembela dan pengembang Pancasila.
Umat dan rakyat Indonesia tidak boleh puas dengan keberadaan Ketetapan MPR yang melarang PKI dan Komunisme. Atau keberadaan perundang-undangan lainnya. Mereka bergerak di lapangan dengan bertiarap dan merayap. Infiltrasi di berbagai institusi dengan proteksi ideologi. Berstrategi model katak yang menendang dan melompat.
Katak tidak pernah bergerak mundur. Katak bergerak hanya untuk beranak pinak menciptakan cebong-cebong. (*)
Penulis: M. Rizal Fadillah (Aktivis Senior)