Eramuslim.com – Ketika RUU HIP didiskusikan maka isu PKI dan Komunisme mengemuka. Ada Ketetapan MPRS yang tidak dicantumkan, adapula soal Trisila dan Ekasila, ditambah dengan posisi agama yang dikerdilkan. Reaksi keras atas RUU HIP membuat pengusung “lempar handuk” dan Pemerintah “cari aman” dengan menunda pembahasan.
RUU BPIP diajukan, konon mengganti RUU HIP. Anehnya tanpa ada pencabutan terlebih dahulu. Meski berbeda tetapi tetap bertautan. BPIP sebenarnya juga menjadi bagian penting dari isi RUU HIP sebelumnya. RUU HIP adalah akar “al ashlu” sedangkan RUU BPIP merupakan cabang “al far’u”. Buahnya adalah Pancasila yang disimpangkan dan diperalat.
Jembatan dari kedua RUU adalah pengakuan dan filosofi dari rumusan Pancasila 1 Juni 1945. Inilah pintu komunisme itu. Membuka jalan bagi penafsiran komunisme dan marxisme. Setidaknya untuk ke depan. Ideologi kebangsaan yang berpadu dengan komintern (internasionalisme), demokrasi rakyat, kesejahteraan kaum proletar, dan ketuhanan sebagai produk budaya.
Kader komunis meyakini bahwa PKI bisa bubar tapi ideologi komunis tidak. Tetap melekat dan potensial untuk dikembangkan melalui OTB organisasi tanpa bentuk. Penyusupan merupakan model gerakan aktual. Perjuangannya adalah meminggirkan musuh utama komunis yaitu TNI dan umat Islam.
Tap MPR No VI tahun 2000 yang memisahkan TNI dengan Polri menjadi landasan bagi kebijakan politik diskriminatif. Semua tahu pengembangan dan peran politik Polri lebih kental dan agresif ketimbang TNI. Aktualnya TNI “disawahkan” dan dengan Inpres 6 tahun 2020 “dicovidkan”.