Jangan Lagi Bicara Politik sebagai Panglima atau Hukum sebagai Panglima

Dalam power concept, Jepang misalnya, lebih cenderung memainkan powerekonomi di setiap kebijakannya meski akhir-akhir ini ia mulai membesarkan postur militernya akibat pergeseran geopolitik ke Asia Pasifik. Cina pun demikian, ia kini juga menonjolkan aspek politik dan power militer selain powerekonomi yang telah berjalan duluan

Kalau Amerika Serikat (AS) jelas. Paman Sam mengimplementaaikan ketiga-tiganya secara simultan dengan intensitas berbeda, tergantung situasi.

Tak boleh dielak, bahwa kerap kali politik lokal adalah bagian dari (geo) politik global. Dengan kata lain, dinamika politik di suatu negara tidak lepas dari kontrol serta kendali para aktor global —entah aktor negara dan/atau aktor nonnegara— terutama bagi negara-negara yang memiliki potensi sumberdaya (alam) energi yang besar.

Demikian pula apa yang terjadi di Indonesia kini. Sulit menafikan bila potret dinamika politik hari ini tidak terkait dengan tahapan menuju Pilpres 2019. Pilpres merupakan pintu masuk utama. Bagi kepentingan asing, Pilpres adalah pintu gerbang hajatan guna menguasai dan mengendalikan geoekonomi Indonesia yang kaya raya. Naiknya suhu politik dari waktu ke waktu merupakan isyarat atas kondisi tersebut.

Lagi-lagi, rakyat akan terbelah semakin dalam pada posisi saling berhadapan akibat sistem one man one vote (pilihan langsung) —pro ini, pro itu. Dan kegaduhan politik hari ini, bukanlah faktor tunggal yang berdiri sendiri, niscaya ada remote dari kejauhan para aktor global agar bangsa ini senantiasa gaduh dan gaduh sehingga abai terhadap apa yang sejatinya sedang terjadi.

Jadi, jangan lagi bicara politik sebagai panglima atau hukum sebagai panglima, karena ada yang lebih urgen daripada sekedar hal itu, yakni keselamatan negara! (kl/theglobalreview)

Penulis: M Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)