Eramuslim.com – Mencermati banyak kejadian di tahun politik ini, bila merujuk pada kredo politik: “Bahwa politik praktis itu bukanlah hal yang tersurat melainkan apa yang tersirat”, maknanya bahwa apa yang terjadi/terlihat di publik bukanlah hal yang sesungguhnya terjadi atau berlangsung.
Jadi, apakah peristiwa yang sedang terjadi itu sebuah deceptiön? Bisa jadi. Atau cuma isu permulaan? Boleh juga. Atau, hanya test the water, memancing reaksi publik? Bisa juga begitu.
Niscaya ada skema besarnya. Jika skema dalam politik praktis itu bagaimana merebut dan mempertahankan kekuasaan, sedangkan skema dalam geopolitik intinya mengendalikan geoekonomi (menguasai pangan dan energi) melalui ‘pintu kekuasaan’. Control oil and you control nation, control food and you control the people (Henry kissinger). Terdapat dua narasi/ skenario berjalan beriringan. Pertama, skenario berbasis skema politik. Ini skema lokal. Dan kedua, narasi berdasar geopolitik. Ini skema globalnya.
Jika di era dulu, topik kajian berkisar masalah hukum dan politik, dengan retorika — apakah hukum bagian dari politik; atau sebaliknya, politik bagian dari hukum? Makanya dulu ada istilah ‘politik sebagai panglima’ dan/atau ‘hukum sebagai panglima’. Tetapi itu bahasan tempo doeloe. Zaman old. Kenapa? Geopolitik zaman now mengajarkan bahwa power concept (penggunaan kekuatan) dalam dinamika geopolitik terdiri atas tiga hal, antara lain: “Powerpolitik, power ekonomi dan power militer.” Inilah yang kini berjalan pada dinamika (geo) politik global dimana juga mengimbas ke lokal. Retorikanya, “Apakah ada power hukum dalam implementasi power concept di atas?” Tak ada. Tapi bukan tidak penting. Maknanya, hakiki hukum adalah kesepakatan bersama. Nullum delictum noella poena sine praevia lege poenali. Tidak ada perbuatan dapat dipidana kecuali atas aturan yang telah ada. Itu titik awal. Azas legalitas hukum.