Jadi Abbas Menginginkan Sebuah Negara?


Pada bulan November 2002, seseorang menyusup ke Kibbutz Metzer pada larut malam dan membunuh dua anak muda dalam tidur mereka, serta dua wanita dan seorang pria. Semuanyayang dibunuh adalah orangIsrael.Saat itu, si pelaku adalah anggota Brigade Fatah. Ia dikirim pada misinya atas nama rakyat Arafat, pemimpin Otoritas Palestina saat itu yang masih dianggap sebagai "penggemar" perdamaian.

Sembilan tahun telah berlalu, dan pembunuhan di Itamar mengikuti pola yang hampir identik dengan serangan 2002 itu. Terlepas dari afiliasi organisasi si pembunuh, hal itu membuktikan bahwa puluhan lembaga operasional, militer dan intelijen "milik" Mahmoud Abbas masih mampu menjaga wilayah mereka yang mereka sebut sebagai "negara Palestina."

Tapi diragukan sekali bahwa badan-badan tersebut dapat memberikan keamanan bagi warga Palestina di Tepi Barat. Mereka tentu tidak akan mampu menjadi penyangga terhadap serangan dan permusuhan dari Israel, baik di Tepi Barat dan dalam wilayah Israel yang berdaulat menurut negara-negara Barat.

Jika si pelaku peristiwa di atas adalah salah satu kelompok yang terkait dengan Fatah, serangan tersebut akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari organisasi Abbas; hingga sebagian orang Yahudi yang awam akan segera bertanya, apakah apakah Otoritas Palestina memang sebuah badan politik yang mencari perdamaian, atau teror kelompok yang tengah berpakaian laksana domba yang tidak bersalah.

Bahkan sebelum Abbas mengucapkan kutukan berarti tentang pembunuhan keji di Itamar itu, ia seharusnya melihat pemerintahan sendiri dan bertanya: "Tunggu sebentar, saya siap untuk mendirikan negara merdeka? Apakah saya memimpin badan independen yang layak bergabung dengan keluarga bangsa-bangsa? Apakah saya mau dan mampu melawan teror?" Jawabannya ternyata negatif. Abbas tidak dapat dan tampaknya tidak ingin mengubah cara hidupnya.

Kemunafikan Eropa

Pengesahan yang sudah diberikan kepada Abbas oleh para pemimpin Amerika Selatan dan kepala negara lain untuk mendirikan negara Otoritas Palestina yang merdeka tampaknya hanya membuat dia bingung. Negara-negara pemberi pernyataan itu sama sekali tidak memperhitungkan kemampuan aktual administrasi Otoritas Palestina.

Negara-negara di Amerika Selatan, dan negara-negara Eropa Barat tampaknya sedang ingin memperlihatkan wajah lain akan Palestina dengan mengabaikan satu fakta menonjol; Otoritas Palestina belum siap untuk menjadi entitas politik independen. Deklarasi kemerdekaan Otoritas Palestina mungkin terbukti menjadi suatu tindakan sembrono, (lagi pula apa pentingnya buat rakyat Palestina?)

Sekali lagi kita melihat kemunafikan global memerintah tertinggi. Denmark, misalnya, tampaknya tengah berjuang melawan hasutan akan Palestina yang mewakili sekitar 300.000 orang Palestina yang tinggal di negara ini. Minoritas ini tidak bersedia menjadi bagian dari Denmark, dantidak akan mengizinkan pembentukan negara Palestina di sebelah perbatasan, tetapi sejauh perbatasan Israel yang bersangkutan, siapa yang peduli "suku Denmark"?

Lalu ada Uni Eropa, yang menempatkan serangkaian rintangan sebelum mengizinkan Turki bergabung dengan Uni Eropa, karena menyadari bahwa Ankara masih belum siap untuk bergabung. Namun ketika mengenai entitas Otoritas Palestina, yang dianggap kematangan politiknya jauh dari standar global, bahkan menurut Israel sendiri, Eropa mendukung rencana tersebut.

Bukan rahasia bahwa Mahmoud Abbas dan rekan-rekannya tidak mengontrol Tepi Barat. Dia dan orang-orangnya tidak akan berani masuk ke beberapa daerah karena kehidupan mereka akan terancam di sana. Di beberapa desa dan kota, Hamas adalah otoritas sebenarnya, tanpa menggunakan senjata dan tanpa kekuatan dilatih oleh Amerika.

Ketika Abbas berteriak kepada Israel untuk "keluar dari Tepi Barat dan menyerahkan lebih banyak lahan kepada Otorita Palestina," ia diam-diam menambahkan, "tapi tidak sekarang … karena Hamas akan memakan kami hidup-hidup." Abbas tahu kebenaran, seperti halnya Jenderal Dayton , penasihat Amerika yang melatih pasukannya. Pembentukan keamanan Otoritas Palestina tidak dapat menanggung beban memerangi teror potensial di Tepi Barat.

Bangunan pemukiman baru Israel di Ramallah dan peningkatan bursa saham di Nablus tidak cukup. Malah, seorang kolumnis Israel berkata, "Anda ingin merdeka, (Abbas)? Pertama, akhiri penghasutan dan hilangkan terorisme!" Itulah mungkin bayaran untuk semua orang yang telah menjual Palestina sejak zaman dulu, dibenci oleh rakyatnya sendiri dan ditikam oleh tuan penjajahnya. (sa/ynet)