Eramuslim.com – Tatkala kolonialisme bersenjata telah dianggap masa lalu, karena dalam proses selain bising oleh desing peluru, high cost, atau butuh koalisi beberapa negara dan banyak pasukan, juga diperlukan “restu dunia” —resolusi PBB— akibat konsep HAM telah mengglobal. Dan yang utama, bahwa melalui kekuatan senjata pun BELUM TENTU BERHASIL ketika dilawan oleh militansi pejuang lokal sebagaimana pengalaman Amerika (AS) beserta NATO dan ISAF di Afghanistan, contohnya, atau kekalahan AS di Vietnam, kekalahan Cina sewaktu menginvasi Vietnam, ataupun tatkala 10 November 1945 di Bumi Pertiwi mereka dipukul mundur oleh arek-arek Suroboyo dengan berbekal senjata seadanya. Setidaknya hal-hal di atas menjadi rujukan utama mengapa elit dan negara kolonialis meninggalkan tata cara penjajahan terbuka.
Kecenderungan para elit global kini memilih model kolonialisme nirmiliter, asimetris lagi senyap daripada manuver bersenjata yang gaduh.
Di tengah peperangan global secara senyap bertajuk coronavirus disease 2019 (Covid-19) sekarang, secara open agenda, bahwa tata kehidupan baru alias new normal merupakan ujud perubahan peradaban yang diharap oleh para pemilik hajatan di satu sisi, karena terdapat (geo) ekonomi yang ingin dicaplok, tetapi secara hidden agenda, itulah modus devide et impera —(geo) strategi— yang disisipkan secara permanen di hampir segala urusan dalam keseharian hidup di sisi lain.