Tantangan yang paling menghancurkan masa depan Israel adalah krisis ekonomi yang sekarang menghempaskan Israel. Kelompok sayap kanan, yang dimotori oleh Partai Likud dan Yisreali Beitneinu, harus berhadapan dengan kenyataan yang pahit bagi masa depan Israel.
Ancaman masa depan Israel, bukan hanya kelompok Hamas di Palestina, tapi kondisi ekonomi Israel,yang sekarat akibat krisis global, dan selama ini ekonomi Israel hanya ditupang oleh bantuan Barat (AS dan Uni Eropa).
Gambaran ekonomi Israel benar-benar sangat terpuruk selama krisis ini dan disebut sebagai yang : ‘Paling buruk sepanjang sejarah Israel’. Gambaran ini tidak berlebihan. Karena, selain Israel tidak memiliki produk yang cukup diandalkan, kecuali pertanian serta penjualan senjata, yang didatangkan dari AS, yang dijual ke berbagai negara yang sedang terlibat dalam konflik. Sementara itu, Israel tidak memiliki sumber daya alam. Ekonomi Israel benar- benar hanya bergantung bantuan dari Barat, dan relawan komunitas Yahudi yang diaspora di berbagai negara di dunia.
Sekarang, Israel menghadapi krisis yang sangat gawat, di mana eksport Israel turun drastis, sebagai imbas dan dampak dari krisis global, bank-bank menghadapi kesulitan likuiditas yang meningkat, pengangguran tumbuh bersamaan tingkat pertumbuhan ekonomi yang minus, dan sekarang, total pengangguran di Israel mencapai 17% dari jumlah penduduk Israel, investasi menurun, tidak ada lagi investor asing yang mau menjamah Israel, ditambah sektor swasta dan sektor publik ikut ambruk. Sekarang, banyak orang-orang miskin, yang mengantri ke kantor dinas sosial Israel, yang membutuhkan makan.
Seorang ekonom Israel, menyebutkan apa yang disebut dengan ‘menyebarnya pesimism’ yang semakin merata dikalangan masyarakat, yang terus menyeruak ke semua lembaga atau institusi ekonomi Israel, dan ekonomi Israel berkait dengan krisis yang sekarang berlangsung secara global. Dan, mereka yang mempunyai kewenangan sebagai ‘The Marker’, menyimpulkan dari semua gambaran soal ekonomi Israel, bahwa berdasarkan berita, komentar dari hasil penggunaan teknologi Israel dan lembaga bisnis, menyebutkan ribuan perusahaan, perusaahan-perusahaan yang volume kecil, dan perusahaan dagang lainnya, semua telah bangkrut, dan menyisakan puluhan ribu pengangguran di Israel.
Beberapa buruh yang kena ‘PHK’ di pabrik-pabrik membuat barikade, dan meminta agar pemerintah melakukan campur tangan. Perusahaan-perusahaan swasta sudah tidak mampu lagi menggaji dan menanggung para buruh mereka, karena barang-barang numpuk digudang-gudang, yang tidak ada lagi, yang mau menerima barang Israel. Apalagi, akibat kebiadaban Israel, yang melakukan pembantaian di Gaza, menimbulkan antipati masyarakat dunia, dan kemudian memboikot seluruh produk Israel.
Dilaporkan pula bank-bank Israel semua berguguran, dan ambruk. Misalnya, Bank Leumi Le Israel, yang merupakan bank terbesar di Israel, pekan ini dilaporkan merugi mencapai 1.2 milyar sekkel (300 juta dolar), sepanjang tahun 2008, dan di tahun 2009, jumlah hampir mencapai dua kali lipat. Karena itu, Bank Leumi, sudah mengajukan pernyataan ‘bangkrut’ kepada pemerintah. Pemimpin Bank Leumi, Eitan Raf, menyatakan , ‘Kami sangat takut’. “Kami menyimpulkan tahun ini merupakan tahun yang sangat dan berbahaya. Dan, semua pemimpin yang menangani ekonomi sangat takut”, ujar Eitan. Maka, jalan satu-satunya pemerintah harus bertanggungjawab dan melakukan intervensi. “Tanpa campur tangan pemerintah, tidak mungkin sektor perbankan mampu memikul krisis ini”, tambah Eitan.
Kini, di Israel setiap hari ribuan orang kehilangan pekerjaan. Sejak tahun 2008 yang lalu, sudah berjibun orang yang menganggur, akibat resesi. Desember tahun lalu, sudah 17.500 orang yang kehilangan pekerjaan, dan meningkat menjadi 24.000 orang pekerja, dibulan berikutnya, jumlahnya lebih meningkat lagi.. Sebuah laporan dari Departemen Tenaga Kerja Israel, menyebutkan di tahun 2008 akhir, orang Israel, yang menganggur jumlahnya sudah mencapai 250.000 orang.
Tentu, yang paling mengkawatirkan pemerintah Israel, banyak yang menganggur itu, mereka yang memiliki kemampuan di bidang teknologi tinggi (high tech-sector), yang meliputi ribuan ilmuwan-insinyur dan teknisi kehilangan pekerjaan. Sebagai gambaran selama bulan Nopember – Desember saja, sudah ratusan orang ahli teknik yang kehilangan pekerjaan. Jumlah pengangguran di negeri Zionis ini mencapai 17%.
Disisi lain, ketika di AS, perusahaan yang bergerak di bidang proverti bangkrut, di Israel juga mengalami nasib yang sama. Sebuah perusahaan proverti terbesar di Israel, yang merupakan kerjasama antara perusahaan proverti Afrika Selatan – Israel mengalami kebangkrutan senilai 2.7 milyar sekkel atau setara dengan 670 juta dolar. Seorang pengusaha berlian, Lev Leviev ikut mengalami kerugian mencapai ratusan juta dolar, akibat uang yang ditanamkan di sektor proverti itu, bangkrut dan uangnya tidak kembali.
Sebuah kerjasama antara perusahaan proverti yang berbasis di Afrika Selatan dengan mitranya di Israel, khususnya yang menginvestasikan uangnya untuk pembangunan realestate di Utara Israel, yaitu di daerah Tepi Barat, tak laku dijual, karena adanya reaksi yang keras dari kalangan rakyat Palestina yang terus menolak terhadap pembangunan pemukiman baru.
Perusahaan berlian Israel yang terbesar, yang membuka outlet di Dubai, mengalami kerugian besar, tak lama setelah para aktivis Palestina menuntut pemerintah Dubai, agar menutup outlet itu, dan pemerintah Dubai mengikuti tekanan yang dilakukan para aktivis yang pro-Palestina itu. Maka, perusahaan berlian itu, kehilangan pembeli yang nilai jutaan dolar. Karena, Dubai merupakan pintu gerbang Timur Tengah, para pembeli dan pemburu perhiasan berlian pasti mereka mengunjungi Dubai. Tapi, serangan Israel ke Gaza itu, para aktivis yang pro Palestina meminta agar pemerintah menutup seluruh bisnis Israel yang ada di negeri itu.
Aksi boikot terhadap produk-produk Israel itu benar telah berdampak, dan mencekik ekonomi Israel. Bahkan, di Inggris kafe-kafe di negeri itu, sudah menandatangani kerjasama, yang tidak akan menggunakan produk-produk makanan dari Israel. Koran Jerusalem Post, melaporkan bagaimana beratnya dampak boikot internasional, mengakibatkan ekonomi Israel benar-benar bangkrut. “Lahirnya gerakan boikot barang Israel yang membahana di seluruh dunia itu, menyebabkan perusahaan-perusahaan lokal Israel gulung tikar”, ungkap Jerusalem Post. Pambantaian Zionis Israel terhadap rakyat Palestina di Gaza, mengakibatkan ikut membantai ekonomi Israel, yang berupa produk-proudk manufactur mereka, dan tidak lagi laku dijual di negeri-negeri di luar Israel, tambah Jerusalem Post.
Negara Inggris dan Skandinavia, yang selama ini menjadi penadah barang-barang bikinan Israel, mereka menolak, dan menurun drastis. Dulunya, 90% produk Israel dilempar ke Eropa dan Skandinavia, tapi sekarang barang-barang Israel itu, tak ada lagi yang sudi menjamahnya. Menteri Perdagangan Israel, yang diwakili Ketua Asosiasi Manufactur, Yair Rotloi, menyebutkan produk-produk manufactur Israel, turun penjualannya mencapai hampir 60%. Sementara itu, mereka yang sudah mengimport produk dari Israel, menurut Yair Rotloi, potensi dikemplang ‘tidak bayar’ mencapai 49%. Jadi inilah yang sekarang oleh Israel.
Namun, betapapun Israel sudah menghadapi sekarat secara ekonomi, tapi para pemimpin ultra kanan Israel, tetap saja mereka masih mempunyai ambisi perang yang menggebu-nggebu, seperti mau menyerang Iran atau memerangi Hamas. Karena, para pemimpin ultra kanan Israel, tak peduli dengan kondisi ekonomi yang mereka alami. Tentu, bagi Zionis-Israel, yang penting bisa membunuh lebih banyak lagi orang-orang Palestina dan Arab. (m/pic)