Islamopobia Kini dan Akhir Zaman

Klasterisasi hukum dimaksudkan terhadap pihak yang berseberangan dengan pemangku posisi dominan. Demikian itu semakin mengokohkan upaya penegasian syariat Islam. Untuk kepentingan itu eksponen terdepan Islamophobia menjalankan agenda global. Agenda global dimaksud adalah mencegah kebangkitan Islam. Tegasnya memutus peta jalan sistem pemerintahan yang dicontohkan oleh Khulafaur Rasyidin. Tidaklah heran, jika Islam selalu digambarkan sebagai ancaman lipat tiga: ancaman politik, ancaman peradaban, dan ancaman demografi. Kemudian memberikan stereotip yang menggeneralisasi seperti, “Islam fanatik,” “Islam militan,” “Islam fundamentalis,” “Islam teroris” dan seterusnya.

Fukuyama dan Huntington pernah meramalkan Islam akan menjadi musuh bebuyutan Barat. Terlepas asumsi tersebut diterima atau tidak, namun yang jelas ada ketakutan (fobia) terhadap kebangkitan Islam kelak di akhir zaman. Kekhalifahan Islam di bawah komando Imam Mahdi akan menghancurkan kaum kafir dan zionis Israel. Dajjal akan dieksekusi oleh Nabi Isa as. Saat itulah terjadi benturan yang demikian dahsyat. Bukan benturan peradaban (Clash of Civilizations) sebagaimana dikatakan Huntington, akan tetapi puncak benturan antara yang haq dan bathil. Antara haq dengan bathil tidak akan mungkin bersatu. Dikatakan demikian oleh karena haq itu berpihak kepada Allah, sementara bathil berpihak kepada musuh-musuh Allah.

Pada akhirnya episode Islamophobia yang koheren dan direksional dengan evolusi ideologi manusia akan berakhir (The End of History). Syariat Islam akan kembali berdiri tegak, setegak-tegaknya. Pembentuk dan eksponen Islamophobia yang berdiri di belakang Dajjal terlaknat akan hancur, sehancur-hancurnya (The last Man).