Ironis Polisi Terlibat Aborsi Mahasiswi

Ketiga, negara harus hadir untuk menutup pintu kekerasan seksual dan kemesraan seksual yg menyimpang dengan melakukan:

(1) Upaya Preventif: pembelajaran

(2) Upaya Kuratif: penerapan sanksi dan pemulihan

(3) Upaya fasilitasi kemudahan menikah: bantuan (pekerjaan, tempat tinggal., mas kawin dan biaya pernikahan) bagi yg tidak mampu.

Kasus kekerasan seksual yang hingga kini masih hangat diperbincangkan adalah kasus Novia dengan pacarnya Randy di Jawa Timur. Dari segi hukum dapat dijelaskan duduk perkara dan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepada Bripda Randy.

Berdasarkan keterangan pihak kepolisian Polda Jawa Timur, korban NWR berkenalan dengan Bripda Randy Bagus pada Oktober 2019. Korban dan Bripda Randy Bagus bertemu di acara launching sebuah distro baju di Malang. Korban dan Bripda Randy Bagus kemudian bertukar nomor handphone. Setelah beberapa lama menjalin komunikasi, mereka memutuskan untuk berpacaran. Di kemudian hari terungkap bahwa ada fakta hukum sebagai berikut:

(1) Terjadi hubungan suka sama suka, yakni pacaran yang sebenarnya menurut Islam juga dilarang, namun oleh hukum negara tidak ada larangan ketika tidak ada paksaan (sexual consent).

(2) Akibat hubungan “terlarang secara agama” maka diketahui Korban hamil dan ada upaya Bripda Randy untuk melakukan aborsi (dengan paksaan). Hal ini tentu bertentangan dengan UU Kesehatan dan KUHP. Keduanya lalu sepakat menggunggurkan kandungan saat 2 kali hamil tersebut. Pertama saat usia kandungan masih hitungan minggu, dan kedua berusia 4 bulan. Demikian dijelaskan oleh Wakapolda Jawa Timur Brigjen Slamet Hadi Supraptoyo sebagaimana dikutip oleh berbagai media online.

Adapun ancaman hukuman yang dapat dikenakan kepada Bripda Randy adalah sebagai berikut:

(1) DISIPLIN POLRI dan Perkap nomor 14 tahun 2011 tentang kode etik Pasal 7 dan 11.

Ini sudah memenuhi unsur, hukuman terberatnya adalah Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH). Ini hukuman terberat.

(2) RB akhirnya ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana aborsi atau Pasal 348 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dengan ancaman 5 tahun penjara.

(3) Sanksi pidana bagi pelaku aborsi diatur dalam Pasal 194 UU Kesehatan yang berbunyi;

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.”