Sebagaimana diceritakan pada detik.com (11/11/2019), salah seorang perajin cangkul di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Carlim mengaku penjualan cangkul hasil produksinya mengalami penurunan. Biasanya sebulan terjual 150 kodi, tapi pas ada impor jadi sekitar 80 kodi sebulannya.
Kebijakan impor yang longgar ini tak hanya terjadi pada cangkul, namun juga komoditas lainnya. Baja yang ada di pasar Indonesia didominasi oleh produk impor. Pada tahun lalu, baja impor menguasai separuh lebih pangsa pasar baja. Produksi baja di dalam negeri setelah dikurangi ekspor (net produksi) hanya mendapat pangsa pasar sebesar 49%. Padahal industri baja adalah mother of industry sehingga harus dilindungi dari membanjirnya produk impor.
Selain baja, pasar semen Indonesia juga terancam oleh adanya pabrik semen China di Indonesia. Mereka terindikasi melakukan aksi banting harga (predatory pricing). Akibatnya, banyak pabrik semen di Tanah Air berpotensi mengalami kebangkrutan. Saat ini praktik curang yang dilakukan pabrik semen China telah membuat Holcim tumbang dan memutuskan keluar dari Indonesia. Holcim akhirnya diambil alih oleh PT Semen Indonesia Tbk.
Cangkul, baja dan semen adalah segelintir contoh barang yang pasarnya di Indonesia dikuasai asing. Selain ketiganya, masih banyak barang yang kita tergantung pada asing. Sektor infrastruktur dan manufaktur semakin bergantung pada produksi luar negeri. Di antaranya komponen seperti besi yang merupakan komoditas utama untuk pembangunan.