Iramawati Oemar: Rakyatlah Oposisi Sesungguhnya!

Bukankah mereka juga yang berpartisipasi membuka berbagai kecurangan selama ini?! Bukankah nettizen yang bawel tak kenal lelah sejak sebelum Pilpres, menelusuri data fiktif dari DPT?! Ada banyak data orang sudah lama meninggal yang tetap dicatat jadi pemilih aktif dalam DPT, dan nettizen tahu betul itu.

Ada ribuan keanehan angka-angka dan penjumlahan yang salah di website Situng KPU, dan publiklah yang menelanjangi serta memviralkan semua itu.

Berbagai video yang dikirim masyarakat ke media sosial dan diteruskan kepada tim hukum BPN 02, sesungguhnya adalah apa yang mereka alami, mereka lihat. Hanya saja tak mungkin menghadirkan mereka semua ke ruang sidang karena jumlah saksi dibatasi. Dan, dengan alasan pemohon tak melihat sendiri, tak mengalami sendiri, maka semua video itu dianggap TIDAK ADA ARTINYA, TIDAK MENJADI BUKTI KECURANGAN.

Maka, wajarlah kalau rakyat yang terluka hatinya tak mau mengakui pemimpin dan dimenangkan oleh KPU dan MK. Di mata dan di hati rakyat mereka beranggapan seorang tokoh yang curang dan mencurangi suara rakyat, tidak layak dianggap sebagai pemimpin yang dihormati, disegani, dipatuhi dan diikuti setiap perintahnya. Secara de jure dia boleh saja dimenangkan, tapi secara de facto dia tak pernah memenangkan hati rakyat dan tak akan pernah.

Itu sebabnya, meski sudah final dan mengikat putusan MK yang memenangkannya, orang yang dimenangkan tetap belum percaya diri karena tak ada riuh rendah kegembiraan rakyat yang datang menyemut dan bersuka-ria atas penetapannya sebagai presiden terpilih.

Meskipun kepada Najwa Shihab di acara Mata Najwa dia mengaku telah ditelepon oleh 22 kepala negara asing yang memberinya ucapan selamat atas kemenangannya, tapi dia masih terus berharap mendapatkan sepotong ucapan selamat dari rivalnya.

Sesungguhnya dia sadar betul, meskipun 2/3 isi bumi ini mengucapkan selamat padanya, sementara lebigh dari separuh rakyatnya sendiri justru menampik dan tak mengakui kemenangannya, maka sejatinya dia raja tanpa mahkota. Kursi kekuasaan dia dapat, tapi dia tak kuasa merengkuh hati rakyatnya.

Lalu, timbullah pikiran konyol : jika eks kompetitornya di Pilpres kemarin mau berjabat tangan dengannya, mau rekonsiliasi dengannya, maka otomatis rakyat banyak pun akan menerimanya sebagai pemimpin.