Sekali lagi, Hamas terus menyerukan perlawanan. Seluruh Palestina, bukan hanya di Gaza sudah turun ke jalan. Semua kemungkinan terburuk sudah berada di depan mata, dan rakyat Palestina sudah memahami hal itu dengan kesadaran penuh.
Perlahan-lahan, rakyat Palestina bergerak menuju satu arah, tinggal menunggu komando, maka meledaklah Intifadah III.
Anak-anak muda Palestina bergerombol di jalanan, wajahnya tertutup kafiyeh, dan tangannya menggenggam batu. Semuanya persis dengan kondisi tahun 1987.
Semua yang tumpah ruah di Palestina, anak-anak sekalipun, tak sedikitpun takut pada tank dan tentara Israel yang menenteng senjata mesin. Tahun 1987, erupsi besar Intifida I dipicu atas meninggalnya 4 orang warga Palestina yang dilindas sebuah jip Israel di perbatasan Jalur Gaza.
Dan sekarang, setelah lebih dari 1000 orang tewas dalam agresi berdarah Israel, dan mungkin masih tetap akan berjalan, kemanakah Intifada III? Khaled Misy’al sepertinya masih menunggu waktu yang tepat—sementara semua orang di Palestina sudah berada dalam komando. Situasi sekarang sangat berbeda dengan dua aksi Intifadah lainnya. Sekarang, rakyat Palestina di Tepi Barat harus berhadapan dengan dua kekuatan: penjajah Israel dan Otoritas Nasional Palestina. Ditambah, sebagian faksi militer di Palestina tak mau ikut melawan penjajah Israel.
Apa yang bisa didapatkan dari aksi Intifadah? Akankah Intifadah membebaskan Palestina? Mungkin tidak, tapi bagaimana mungkin jika sekarang ini hanya Hamas yang melakukan perjuangan, dan hanya di Jalur Gaza? Apa yang terjadi di Tepi Barat? Pembersihan etnik sedang berlangsung di Yerusalem Timur dan dunia hanya menonton saja. Apa yang dilakukan Israel sekarang ini—mengisolasi Gaza, mempersempit wilayah, mengadu domba semua elemen Palestina—hanya mempunyai satu tujuan: menghancurkan Palestina ke akar-akarnya. Agar Palestina tak lagi bersuara dengan satu pikiran. Sekarang, jika Intifadah III bukan suatu pilihan, masihkah ada alternatif lain? Dima Hamdan/Jurnalis/London.