Insiden Ade Armando, Kerikil Kecil Pergerakan Mahasiswa


Oleh :

*Ahmad Khozinudin*

Sastrawan Politik

Saya tidak mau membahas insiden pengeroyokan Ade Armando sebagai upaya pengalihan isu pergerakan mahasiswa, tidak pula melihat hal itu mampu untuk menutup opini apalagi menghentikan laju pergerakan mahasiswa. Faktanya, insiden Ade Armando satu sisi membahagiakan umat Islam, disisi yang lain tidak menghentikan gerakan mahasiswa. Hanya kerikil kecil yang tak penting.

Sejumlah aksi mahasiswa di daerah terus berlanjut, sejumlah agenda pergerakan mahasiswa terus digulirkan. Kalaupun ada yang menganggap insiden Ade Armando adalah kegiatan intelejen untuk playing victim, nyatanya tidak ada yang bersimpati terhadap Ade Armando kecuali gerombolan buzzer dan suara dari rezim. Situasi seperti ini, justru membakar semangat dan menambah daya juang mahasiswa.

Bagi pergerakan mahasiswa, tantangan adalah gengsi perjuangan. Semakin dihambat, dihalau, dialihkan opininya, mahasiswa semakin tertantang untuk semakin meneguhkan kedudukan dan posisi, sekaligus menyampaikan aspirasi mereka tanpa dibebani dengan kasus Ade Armando.

Dari kasus Ade Armando ini, publik juga semakin jelas melihat kemunafikan dan standar ganda rezim dan para buzzer. Bagaimana Negara begitu empati ikut membersamai Ade Armando, sementara hal itu tak wujud ketika sejumlah mahasiswa menjadi korban kekerasan aparat saat demo tolak UU KPK, tolak UU Omnibus Law, Tolak Pemilu Curang, dll.

Mahasiswa menjadi semakin meneguhkan diri berada di seberang rezim, karena rezim hanya berempati kepada Ade Armando. Tidak pernah mengaktualisasikan nurani ketika dua mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) tewas ditembus timah panas petugas. Kematian mahasiswa dianggap sebagai peristiwa biasa, sementara pengeroyokan terhadap Ade Armando mendapat atensi luar biasa, hingga BNPT pun angkat suara, hingga Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Putri Kus Wisnu turut menjenguk.