Eramuslim.com – Ada banyak tuntutan, ataupun gugatan yang dapat diajukan dalam melihat realitas berbangsa dan bernegara hari ini. Apa yang belakangan ini mengemuka di Papua, dan juga di Maluku menunjukan adanya kekecewaan politik di kedua daerah ini. Kekecewaan yang mesti dikelola dengan lebih arif dan responsif.
Perspektif berkebangsaan yang hidup dalam setiap kepala generasi hari ini, mesti dapat disikapi dengan proporsional dan objektif. Karena semua itu terjadi tidak dengan serta-merta. Namun lahir dan tumbuh dari berbagai anomali dan ketimpangan yang terus terjadi.
Dalam keadaan yang penuh ketidakpastian itu, memaksa untuk mengatakan bahwa situasi seolah-olah ada pada posisi normal atau on the right track adalah sikap tidak bijak. Apalagi dengan cara menindas, dan menggunakan kekerasan. Praktik ketidakadilan dan diskriminasi, serta minus kepekaan sosial dari elit penguasa harus segera dihentikan. Formula baru harus dirumuskan.
Memahami gerakan protes yang saat ini tengah berkembang dan mengemuka dikawasan timur Indonesia, baik itu melalui gerakan politik bersenjata di Papua, maupun ekspresi politik menuntut dikembalikannya kedaulatan versi proklamasi tahun 1950 di Maluku, harus bisa dibaca sebagai interupsi level tinggi. Pasti ada yang kurang tepat dalam pengelolaan negara sejauh ini.
Untuk itu, guna menjamin integrasi nasional dalam rentang waktu yang panjang, negara harus lebih inklusif. Yakni menempatkan negara ke dalam cara pandang orang atau kelompok lain untuk melihat dunia atau realitas. Dengan kata lain, negara mesti berusaha menggunakan sudut pandang orang atau kelompok lain dalam memahami masalah kekinian.