Dengan model pengolahan data seperti itulah mereka berkomplot mengiring opini rakyat. Polanya dengan terus-menerus, merelease perolehan suara petahana di atas 55%. Bahkan ada yang membabi buta dengan menetapkan kemenangan petahana di atas 60%.
Operasi busuk berlanjut, dua bulan sebelum pemilu, di saat paslon 01 mulai kedodoran mengalang massa, beberapa lembaga survei menyebarkan berbagai informasi dan isu yang dapat menjatuhkan elektabilitas Prabowo Sandi. Sebaliknya berbagai isu yang dapat menaikkan Jokowi, mereka genjot dalam berbagai bentuk.
Bahkan Denny JA tampil seolah sebagai dewa survei. Ia melakukan apa-saja untuk menjatuhkan reputasi Paslon 02. Mulailah ia menyebarkan beberapa meme, dan berkembang secara sangat masif. Tampak sekali ia menggunakan meme itu sebagai bagian skenario busuk, dengan menyebarkan isu apa saja, baginya yang penting lawan tersungkur.
Cara busuk dan akal-akalan lembaga survei berlanjut dalam pelaksanaan EP dan QC. Hal ini sangat mudah dibaca. Lihatlah bagaimana mereka sejak awal perhitungan, telah menempatkan petahana sebagai pihak yang selalu berada di urutan atas. Lantas mereka, dengan meyakinkan, menguraikan hasil-hasil survei yang sudah dipersiapkan jauh hari sebagai pembenar. Padahal dengan logika sederhana, memperhatikan antusiasme dukungan terhadap Prabowo Sandi dalam setiap even kampanye, hampir tidak mungkin Paslon 02, kalah di semua TPS. Apalagi laporan relawan di banyak TPS Paslon 01 kalah telak. Mosok dalam hitung cepat Jokowi terus yang di atas?