Industri Kegaduhan di Negeri Para Buzzer

Nah, fenomena ini jika tidak segera dihentikan, niscaya akan terus berulang secara terstruktur, sistematis dan masive karena dianggap legal secara konstitusi, khususnya saat musim pilkada atau pilpres tiba. “Kita kumpul lagi, kita tempur lagi”.

Bila terus dibiarkan, diprakirakan bakal muncul industri baru berbasis dinamika para buzzer bertajuk: “Industri Kegaduhan”. Kenapa? Konon gaji atau insentif para buzzer cukup lumayan bahkan bagi sosok tertentu tergolong menggiurkan dalam hal nominal.

Bagaimana cara tepat untuk menghentikan atau minimal mengurangi kegaduhan para buzzer?

Sebenarnya tidak sulit dan ada beberapa cara, misalnya: 1. adanya pengawasan secara keras dan tegas atas komitmen dan konsistensi terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama sebelum hajatan pemilu digelar; 2. adanya penegakkan hukum tanpa pilih bulu dan tegas.

Menurut hemat penulis, perlu creative destruction (terobosan yang merusak) guna menghentikan atau mengurangi kegaduhan karena ulah para buzzer. Apa itu? Lenyapkan sumber kegaduhan atau akar masalahnya, yakni dengan meninggalkan sistem pemilu bermodel one man one vote alias pilsung di setiap tingkatan pemilu, terutama pilpres. Lalu, apa solusi?

Ya. Hajatan pemilu kembali menggunakan model “musyawarah mufakat”, ajaran dan nilai adiluhung leluhur yang telah dicampakkan oleh segenap anak bangsa.

Demikianlah adanya, demikian sebaiknya.(GRI)

M Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)