Gugus Tugas ini kemudian berganti nama menjadi Satgas Penanganan Covid 19 dan sekarang berada di bawah Kemenko Perekonomian. Lagi-lagi tidak melibatkan Kementerian Kesehatan.
Jelas menunjukkan bahwa Pemerintah memandang pandemi lebih sebagai urusan keuangan negara dan bukan pada kesehatan rakyat.
Krisis kepemimpinan nasional sepertinya akan terus berlanjut. Di pilkada Desember mendatang, sejumlah kandidat pilkada sudah ditetapkan. Di antaranya adalah anak keponakan dan kerabat dari politisi, menteri hingga presiden Jokowi.
Di sisi lain, ada kemungkinan akan muncul kandidat versus kotak kosong. Artinya, partai politik di level nasional maupun level daerah tidak mampu memunculkan alternatif calon pemimpin lokal yang baru.
Partai politik juga terjebak dalam UU Pilkada yaitu ‘yang dapat memajukan calon adalah parpol atau koalisi parpol yang memiliki kursi 20%’ di parlemen daerah.
Kemunculan calon independen lebih banyak pada keinginan pribadi atau kelompok ingin ikut berkompetisi dalam pilkada atau justru memecah suara, dan bukan dorongan kuat masyarakat yang ‘gerah’ dengan situasi politik dan tidak mau terkotak-kotakkan oleh kepentingan partai politik.
Pembangunan dinasti politik semacam ini menghambat rotasi elit politik baru. Padahal rotasi atau sirkulasi elit politik lokal adalah salah satu syarat bagi terwujudnya iklim demokrasi yang sehat dan estafet kepemimpinan nasional di masa mendatang.
(Penulis: Pipit Apriani, Direktur Eksekutif ForDE (Forum on Democracy and Election), pemantau pemilu di beberapa negara Asia.)