Ust. Fathuddin Ja’far
Indonesia ini hancur karena syahwat politik para penguasanya yang liar tanpa kekang. Karena mereka kerasukan syahwat tahta, harta dan wanita.
Akibatnya, akal sehat dan hati nurani mereka mati. Anehnya, semua mengklaim nasionalis, religius, demokratis, cinta tanah air, berpihak kepada rakyat dan bla bla lainya. Minimal slogan-slogan tersebut muncul 5 tahun sekali.
Presiden pertama, Soekarno misalnya, mengacak-acak negeri ini karena syahwat politik tahta dan wanitanya. Melalui idelogi Nasakomnya yang lebih cenderung kepada komunisme Rusia, ia paksa semua rakyat harus mengikuti kemauannya kendati menyimpang dari UUD 45 yang ia susun bersama anggota BPUPKI lainnya.
Hukum ditabrak, etika disingkirkan, PKI didukung, Islam ditindas, partai Islam Masyumi dibubarkan, tokoh-tokoh besar dari sipil dan militer yang tidak sepaham dengannya disingkirkan bahkan banyak yang dipenjara. Yang lebih parah lagi ingin berkuasa seumur hidup.
Akhirnya rakyat memberontak bersama TNI dan berhasil menggulingkannya setelah 19 tahun berkuasa.
Lalu muncul sosok Soeharto yang pada awalnya kelihatan kalem, cerdas dan rendah hati dan sangat demokratis.
Tidak lama berkuasa, Beliau mengulang kesalahan Presiden sebelumnya. Syahwat politik kekuasaan dan hartanya bergejolak sehingga memaksa rakyat hidup di bawah tangan besinya.
Ia bubarkan semua partai politik yang ada dan difusi menjadi tiga saja, Partai Golkar, PDI dan PPP. Ia Jadikan partai Golkar payung kekuasaannya. Ia rekayasa setiap kali Pemilu agar menang mayoritas, bahkan di atas 80% suara dengan segala cara.
Alat yang ia pakai ialah Asas Tunggal Pancasila (Astung). Ia wajibkan kepada semua rakyat tanpa mau tahu agama, khususnya Islam dan psikologi masyarakat yang mayoritas Muslim.
Iya haramkan politik Islam dan ia samakan politik Islam dengan komunisme.
Semua yang tidak sepaham dan mengkritik kebijakan politik dan pembangunannya ia anggap lawan dan harus dihabisi, minimal dikucilkan.
Akhirnya KKN tumbuh subur bagaikan cendawan tumbuh di musim hujan. Sekularisme, liberalisme agama dan ekonomi berkembang sampai ke puncaknya.
Kendati Soeharto berpaling kepada Barat kapitalis, namun mitra KKN ekonominya para pengusaha Cina perantauan (chinese overseas) seperti Liem Sioe Liong dan sebagainya.
Akhirnya negeri ini dilanda 3 musibah besar; pengangkangan terhadap Islam dan pembantaian terhadap umat Islam seperti peristiwa Tanjung Priok Desember 1984, Dom di Aceh, maraknya KKN dan kristenisasi gila-gilaan.
Masyarakat berakal sehat pun muak, termasuk kebanyakan mahasiswa yang mulai melek politik. Mereka berdemonstrasi besar-besaran dan mengepung gedung Parlemen (DPR dan MPR) di Senayan dipimpin tokoh reformasi saat itu seperti Prof.DR Amin Rais, Gusdur dan lainnya.
Korban dari pihak Mahasiswa dan para aktivis pro demokrasi dari berbagai paham dan aliran berjatuhan sejak sebelum peristiwa Mei 1998.
Ada yg ditangkap dan diculik seperti yang dilakukan Tim Mawar di bawah perintah/penugasan Prabowo (Capres no 2 sekarang).
Ada pula yang menghembuskan nafas terakhir diterobos timah panas aparat seperti 4 Mahasiswa Univ.Trisakti, Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie dan puluhan lainnya terluka pada demonstrasi 12 Mei 1998.
Tepat 21 Mei 1998, Presiden ke 2 RI, Soeharto dipaksa lengser setelah 32 tahun berkuasa dengan segala dosa besar dan problematika negara dan bangsa yang diwariskannya.