Dengan jumlah penduduk 260 Juta, maka nominal GDP per-capita USD3850 sedangkan GNI/capita USD3400, artinya terdapat sekitar 10% GDP yang dimiliki asing. GDP maupun GNI percapita ini akan lebih buruk lagi apabila dibuat kluster per kluster mengingat besarnya ketimpangan kekayaan yang terjadi di Indonesia, dimana 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 45,5% kekayaan nasional, dan 10% terkaya menguasai 75% kekayaan nasional. Lebih spesifik lagi adalah total kekayaan 40 orang terkaya di Indonesia meningkat tajam dari USD22Miliar (2006) menjadi USD119Miliar (2017) atau meningkat 5,5 kali dalam 10 tahun. Sementara itu pertumbuhan 40% orang terkaya dalam 10 tahun 317%, atau 4 kali pertumbuhan nasional. Ketimpangan ini adalah ketidakadilan yang merupakan tantangan nyata bagi Presiden Jokowi.
Sedangkan berdasarkan data BPS September 2017, penduduk Indonesia miskin adalah mereka yg pengeluarannya per orang per bulan dibawah Rp387,160 dan berjumlah 26,6juta jiwa. Artinya pengeluaran per hari hanya Rp12.905,- alias Kurang dari USD1 per hari. Angka yg tdk manusiawi. Sedangkan klo menggunakan angka kemiskinan yg dipakai Bank Dunia yaitu pengeluaran dibawah USD2/day (2014), penduduk Indonesia yg miskin tidak kurang dari 100juta jiwa. Inilah ketimpangan dan kemiskinan nyata yg dihadapi rakyat Indonesia yg harus diurus oleh pemerintah daripada menonjolkan kebanggaan semu sebagai anggota G-20 karena dari ukuran yang lebih fair yaitu GDP per capita, Indonesia sebenarnya masuk G-116.
Jakarta, 20 Maret 2018.
Penulis : Dr. Fuad Bawazier, Mantan Menteri Keuangan RI