Imperialisme Digital

Di zaman now, dunia digital pun tidak benar-benar lepas dari yang namanya imperialisme. Inilah yang selanjutnya disebut dengan imperialisme digital (digital imperialism). Dengan kata lain, ini bukanlah istilah baru. Ada diksi yang sejenis dengan itu, misalnya digital colonialism (kolonialisme digital). Keduanya merujuk pada makna yang sama, yaitu penjajahan digital.

Percaya atau tidak, kita sejatinya berada dalam jebakan batman. “Terjebak” dalam berbagai tawaran yang menggiurkan dari revolusi digital tersebut. Padahal, setiap aktifitas kita, saat tersambung dan terhubung dalam jaringan digital, semua itu ada cost-nya. Dan, biayanya itu, bukan hanya sekedar berbentuk uang ataupun pulsa yang disedot. Tetapi lebih dari itu.

Ada social cost yang harus dibayar. Dimana ini yang kerapkali kita lupakan, atau mungkin tidak kita sadari. “Social cost inilah yang kemudian akan dikapitalisasi oleh penyedia layanan. Baik itu sosial maupun bisnis. Sehingga menjadi kekuatan mereka, untuk dalam beberapa waktu ke depan, mendikte bahkan “memperkuda” kita dalam setiap aktifitas kehidupan. Dengan demikian sudah semestinya kita aware tentang hal ini”, tulis Makarim.

Berdasarkan hasil penelitian, dengan hadirnya ekonomi digital dan teknologi digital pada umumnya, menjadilah Indonesia pasar besar sambil memproduksi kekhawatiran. Start-up lokal yang membesar merangsang injeksi modal venture capitalist asing sebagai pintu masuk modal asing untuk “mencaplok” Indonesia. Meluapnya demam venture capitalist berburu start-up Indonesia yang rindu biaya peningkatan, mengubah status kepemilikan start-up pindah ke tangan investor asing.

“Menempatkan founder di pinggiran dengan saham minimal. Mereka bukan lagi pemilik. Tetapi sudah berubah menjadi pekerja. Banyak contoh soal nasib kelam start-up lokal. Sebutlah seperti tokopedia, traveloka, bukalapak, lazada dan lain-lainyang telah diambil alih oleh asing dan aseng”,  tulis Asih Subagyo, Sekjen Muslim Information Technology Association (2017).

Program gerakan “Literasi Digital Nasional” menjadi  rahmat dan sekaligus elemen  bencana baru bagi bangsa. Dominasi modal asing akan mengangkangi perekonomian nasional arus utama bangsa. Meniscayakan hadirnya pagar beton regulasi nasional yang tangguh.

Keperkasaan regulasi nasional adalah harga mati. Gunanya untuk menangkal ancaman imperialisme digital yang membawa dinamika, penetrasi maupun invasi taring raksasa kapitalisme global yang menjadi mesin penggerak “budaya” pencaplokan terselubung melalui layanan cepat virtualisasi.