Persepsi umum yang terjadi adalah ketika seseorang dijadikan saksi, maka dia berpotensi besar ditingkatkan statusnya sebagai tersangka.
Jika hal ini benar-benar terjadi nantinya, maka dapat dikatakan ada upaya “mengkriminalisasi” Edy dan sekaligus menjadi upaya untuk “mengekang” suara jurnalis. Hal ini jelas-jelas bertentangan utamanya dengan Pasal 28 UUD 1945, baik sebelum maupun sesudah diamandemen.
Jadi, pada intinya, pemanggilan Edy sebagai saksi atas kasus Km 50 dan pamitnya ILC dapat disimpulkan sebagai upaya seseorang/kelompok/golongan untuk mengekang kebebasan pers. Juga memberangus penerapan Pasal 28 UUD 1945.
Seperti diketahui dalam versi polisi, “kontak senjata” terjadi antara polisi dan pengawal HRS di Jalan Tol Jakarta-Cikampek. Akibatnya, enam pengikut HRS tewas.
Kontak tembak itu terjadi pada Senin (7/12/2020) sekitar pukul 00.30 WIB. Menurut Kapolda Metro Jaya Irjen Polisi Fadil Imran, keenam pengikut HRS itu ditembak karena melakukan perlawanan.
“Sekitar pukul 00.30 WIB di jalan Tol Jakarta-Cikampek Km 50 telah terjadi penyerangan pada anggota Polri yang sedang melakukan tugas penyelidikan terkait rencana pemeriksaan MRS yang dijadwalkan berlangsung hari ini jam 10.00 WIB,” jelas Fadil.
Insting sebagai wartawan, Edy turun ke lapangan, terutama di Km 50 untuk mengecek peristiwa sebenarnya. Edy pun sukses ungkap peristiwa itu! (FNN)
Penulis: Mochamad Toha