by M Rizal Fadillah
Kegilaan Jokowi yang dilanjutkan Prabowo untuk memaksakan IKN Kalimantan menjadi bagian komitmen “two countries twin parks” China telah membuat gusar rakyat dan bangsa Indonesia. Penyerahan kedaulatan berbaju investasi tidak bisa diterima. Penjajahan akibat penghianatan harus dilawan oleh seluruh rakyat. Ternyata Undang Undang dapat menjadi sarana bagi sebuah kejahatan politik.
Bangsa Indonesia yang dahulu berjuang keras untuk merebut Papua dan “kecolongan” melepas Timor Timur ternyata kini, akibat kebodohan dan kegilaan, telah membuat Kalimantan terancam penguasaan negara China. Luhut Binsar ironinya terus membabi buta. Jokowi membuka pintu migrasi populasi. IKN di Kaltim, Kota Amoy Kalbar, petrokimia dan sendok garpu Kaltara, serta sejuta hektar di Kalteng semuanya demi “Kekaisaran China”. Itu baru Kalimantan.
Adakah Jokowi dan keluarga serta pelanjutnya Prabowo memiliki nilai patriotisme dan nasionalisme ? Ini pertanyaan serius yang perlu mendapat jawaban tegas. Jika tidak, maka keduanya adalah kolaborator dan penghianat bangsa. Indonesia dapat berubah menjadi Indochina akibat dari komitmen terbuka bahwa Indonesia dan China merupakan “taman kembar” (twin parks).
China sudah merajalela. Perusahaan China tersebar di seluruh Indonesia. Pada tahun 2018 saja sudah ada 1000 (seribu) perusahaan China dengan 50 % di antaranya berada di pulau Jawa. Presiden Kantor Dagang China di Indonesia Gong Bencai membenarkan jumlah tersebut. Menurutnya “Indonesia menjadi salah satu destinasi utama bagi perusahaan China untuk berinvestasi”. Kini tahun 2024 tentu sudah lebih banyak lagi jumlah dan sebaran perusahaan China tersebut.
Sementara itu pengusaha-pengusaha “naga” sudah lebih lama mengusai perekonomian bangsa. Kehadiran China menambah potensi untuk lebih menghegemoni. China bukan hanya datang dengan modal dan mesin akan tetapi juga manusia. Ada ancaman terselubung yang diabaikan atau disengaja dibiarkan oleh para penyelenggara negara. Kedekatan Xi Jinping dengan Jokowi yang dilanjutkan Prabowo bukan persahabatan biasa.
Di tengah keuangan negara yang morat marit, IKN di Kaltim terus dijalankan. Negara China diundang agar berinvestasi maksimal. Lahan dan fasilitas disana akan mampu dibeli oleh pengusaha kaya. Lagi-lagi pengusaha yang terafiliasi dengan China. Pribumi bisa-bisa hanya menjadi penonton. Sementara suku asli semakin terdesak.
Jika kelak IKN itu menjadi satelit China, maka perlu ada “counter” berbasis sejarah dan nasionalisme. Ibukota lama Jakarta harus dipertahankan, bila perlu diperkuat. Undang-Undang tidak boleh menjadi palu godam hukuman mati. Perlu evaluasi dan koreksi.
Pemerintahan Jokowi dan penerusnya yang memaksakan IKN menjadi satelit China akan berimbas pada Jakarta yang berpotensi untuk direbut kembali sebagai Ibukota Republik Indonesia. Sadarkah kita bahwa jika IKN menjadi Ibu Kota Indochina, maka Jakarta akan tetap sebagai Ibu Kota Indonesia ?
Jayakarta menyimpan cerita tentang heroisme dan kesejarahan bangsa.
Meskipun demikian, IKN di Kaltim sesungguhnya hanya mengisahkan tentang petualangan ambisius seorang anak manusia. Tidak ditunjang oleh sumber daya yang memadai. Sebagian rakyat Indonesia menganggap perpindahan ibukota tidaklah urgen atau mendesak. Banyak aspek kesejahteraan rakyat lain yang mestinya menjadi prioritas.
Dengan skeptisme tinggi dan daya dukung rendah serta keuangan negara yang semakin berat, maka IKN itu akan menjadi proyek yang potensial gagal. Mangkrak akibat biaya yang semakin membengkak. Kelak akan menjadi bangunan bagai puing-puing berantakan bekas Perang Dunia kelima. Jokowi sang pemimpi itupun sudah tidak berkuasa lagi bahkan tiada.
IKN diprediksi akan menjadi catatan buruk sejarah bangsa yang ingin mengubah Indonesia menjadi Indochina.
Yang terjadi hanya di zaman jin angkat anak.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 4 Mei 2024