Ibrahim AS Dan Komunitas

Singkat cerita Ibrahim pun ditangkap dan dihadirkan ke hadapan sang raja. Di sìnilah terjadi dialog yang menegangkan, tapi sangat menarik untuk disimak:

Raja: “Wahai Ibrahim, kamukah yang merusak tuhan-tuhan kami?”
Ibrahim: “Justru yang besar ini telah melakukannya maka tanya dia kalau dia bisa berbicara”

Di saat itulah sang raja dan pengikutnya tersadarkan. Sadar akan kezaliman (kesyirikan) yang mereka lakukan itu salah. Seburuk apapun manusia nurani atau sinar fitrahnya akan memancar.

Di saat itulah manusia sadar akan kezaliman yang dilakukannya.

Di sisi lain Ibrahim menemukan pintu masuk untuk berdakwah. Dia berkata kepada sang raja dan rakyatnya: “Kenapa kalian menyembah sesuatu yang tidak paham dan tidak berbicara?”

Pelajaran penting dari penggalan sejarah ini adalah bahwa dakwah itu memerlukan intelijensia yang tinggi.

Selain intelijensia, dakwah juga memerlukan kemampuan komunikasi (commmunication skill) yang handal. Dan Ibrahim adalah sosok yang pintar dan memiliki kemampuan komunikasi yang luar biasa.

Wawasan dan pemikiran yang luas dalam dakwah, didukung oleh skill komunikasi yang handal menjadikan pesan-pesan keislaman akan lebih efektif dan bermakna.

Sayang memang seringkali dakwah yang kita lakukan berwawasan sempit. Apalagi dakwah itu memakai “komunikasi bolduzer” yang menyeramkan. Dakwah jadinya bukan ajakan. Justru berbalik menjadi pengusiran.

Lalu apa yang terjadi kepada Ibrahim selanjutnya? (Bersambung….). [RMOL]

 

Imam Shamsi Ali
Presiden Nusantara Foundation. [RMOL]