Seorang turis Jepang diketahui positif Corona. Dia bersama keluarganya berlibur di Bali selama 4 hari. Kasus tersebut semula dibantah oleh Dinas Kesehatan Bali.
Belakangan Departemen Kesehatan mengakuinya dengan tambahan info “turis tersebut tidak kemana-mana. Dia hanya tinggal di hotel saja.”
Otoritas Selandia baru Hari Jumat (28/2) mengumumkan seorang warganya positif Corona. Dia baru saja kembali dari Iran dan sempat transit di Bali.
Wajar bila warga Australia sangat khawatir. Selain betetangga, banyak turis mereka yang berwisata ke Bali. Sepanjang tahun 2019 tercatat 1.3 juta orang. Setiap pekannya ada 25 ribu penumpang dalam penerbangan Australia-Bali.
Saat ini di seluruh dunia tercatat ada 80,363 orang yang terpapar, 2,706 diantaranya meninggal dunia. Terbanyak di Cina. 77,660 terpapar, dan 2,663 orang meninggal dunia.
Total 44, termasuk negara tetangga dekat Indonesia seperti Singapura, Malaysia, dan Australia. Indonesia masih anteng-anteng saja.
(Hanya berpikir dampak ekonomi)
Kekhawatiran atas cara-cara penanganan virus Corona sesungguhnya sudah cukup lama muncul. Berbagai statemen dari para pejabat tinggi, termasuk Presiden Jokowi membuat publik skeptis.
Menkes Terawan menyatakan, Indonesia bebas dari virus Corona berkat doa-doa yang banyak dipanjatkan. Pernyataan itu sangat konyol dan menganggap enteng persoalan.
Menko Maritim, Luhut Panjaitan malah berharap TKA Cina segera kembali ke Indonesia setelah menjalani karantina. Sikap ini sangat abai dengan keselamatan bangsa dan hanya fokus pada pendapatan negara.
Bahwa negara lebih khawatir atas dampak ekonomi ketimbang menyelamatkan nyawa rakyatnya, juga terlihat dari kebijakan Presiden Jokowi.
Presiden sangat naif dan menganggap Indonesia kebal terhadap virus. Justru Indonesia bisa memgambil untung dari musibah dunia ini.
Dalam rapat kabinet terbatas lanjutan atas dampak virus Corona terhadap perekonomian Indonesia Selasa (25/2) Jokowi memberi pengarahan. Kepada anggota kabinet agar memanfaatkan kegiatan konferensi di dalam negeri, serta menyasar ceruk pasar wisatawan manca negara yang mencari alternatif destinasi wisata karena batal berkunjung ke China, Jepang, dan Korea Selatan.
Kebijakan ini lah tampaknya yang menjelaskan mengapa kemudian pemerintah memutuskan memberi diskon tiket penerbangan ke beberapa destinasi wisata di dalam negeri.
Pemerintah juga menyediakan anggaran sebesar Rp 72 miliar untuk influencer agar ikut membantu menarik wisatawan ke Indonesia.
Coba bayangkan. Bagaimana logika berpikirnya? Ketika negara-negara lain melakukan langkah preventif dan membatalkan berbagai acara penting, pemerintah Indonesia malah mencoba menarik sebanyak mungkin wisatawan, termasuk berharap tenaga kerja China segera kembali.
Gelaran Singapura Airshow batal. Singapura Airlines dan anak perusahaannya membatalkan 30 penerbangan ke Indonesia.
Jeneva Motor Show di Swiss yang semula akan digelar 5-15 Maret dibatalkan.
KTT AS-Asean juga ditunda. KTT yang akan dihadiri oleh Presiden Jokowi itu semula akan digelar pada tanggal 14 Maret di Las Vegas AS. Namun karena 60 orang warga AS terpapar virus itu Presiden Trump memutuskan menunda. Padahal Jokowi sudah berencana hadir dan sudah menyiapkan pesawat kepresidenan yang baru.
Pemerintah Arab Saudi memutuskan untuk menghentikan umroh dari sejumlah negara, termasuk Indonesia. Sementara India juga mulai mewaspadai Indonesia. Mereka memindai semua penumpang yang berasal dari Indonesia dan sembilan negara lainnya yang sudah positif terpapar Corona.
Kebijakan beberapa negara tersebut menunjukkan betapa mereka sangat serius dan waspada menghadapi kemungkinan dampak virus Corona. Sebaliknya Indonesia malah membuka diri lebar-lebar pintunya, hanya dengan pertimbangan masalah ekonomi.
Dengan kebijakan dan langkah-langkah yang diambil pemerintah, tidak perlu heran bila dunia mempertanyakan Indonesia.