Muhammadiyah, NU, dan MUI segera membantah mereka menerima suap dari pemerintah Cina. Mereka mengakui bahwa benar pernah diundang ke Urumqi ibukota Xinjiang dan dibawa ke kamp-kamp etnis Uighur.
Di kamp tersebut mereka dipameri tempat yang mereka sebut sebagai balai latihan keterampilan (vokasi) untuk menghindarkan etnis Uighur dari gerakan ekstrem dan radikal.
Bukan hanya tokoh ulama dan Ormas Islam yang diundang pemerintah China. Sejumlah akademisi dan puluhan wartawan Indonesia juga diundang ke Xinjiang pada akhir bulan Februari lalu.
Menurut laporan WSJ, sikap Muhammadiyah, NU dan MUI terhadap Cina berubah total pasca kunjungan tersebut. Namun hal itu dibantah keras oleh pimpinan Muhammadiyah, NU, dan MUI.
Para pimpinan Ormas dan MUI menyatakan sikap mereka terhadap masalah etnis Uighur tidak pernah berubah, sekalipun mereka diundang ke Xinjiang. Mereka tetap mengecam keras penindasan muslim Uighur.
Yang paling kebakaran jenggot dengan munculnya berita tersebut adalah pemerintah China. Mereka bergerak cepat.
Melalui Kedubes Cina di Jakarta, mereka segera melakukan operasi media. Membuat berbagai counter pemberitaan.
Wangxin seorang wartawan Radio Internasional China membuat sebuah artikel cukup panjang berjudul : “Menyibak Kebenaran tentang Xinjiang dari Laporan Miring Media Barat”.
Artikel yang diterbitkan di laman detik.com edisi Rabu (11/12) secara terbuka menuding negara Barat, khususnya AS berada di balik operasi-operasi pembentukan opini negatif terhadap pemerintah China.