Anehnya Djarot yang sudah kalah Pilkada mendapat restu dari Mendagri melakukan rotasi.
Masalahnya sebagai pejabat baru Anies-Sandi juga terkena aturan tidak boleh melalukan pergantian pejabat setidaknya pada enam bulan pertama masa jabatannya. Untuk pejabat pimpinan tinggi aturannya malah sampai dua tahun awal masa jabatan. Hal itu diatur dalam UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Bisa dibayangkan apa yang bisa dilakukan Anies-Sandi harus bekerja dengan tim/pejabat pilihan gubernur sebelumnya yang nota bene adalah lawan politiknya.
Djarot juga sudah meninggalkan bom waktu berupa APBD 2018 yang tidak mengakomodir program kerja Anies-Sandi. Salah satunya adalah janji kampanyenya berupa Dp 0 rupiah. Program tersebut hampir dipastikan tidak bisa diekseskusi pada tahun pertama pemerintahannya, kecuali setelah ada APBD perubahan pada bulan September-Oktober.
Skenario ketiga, Anies-Sandi akan menghadapi oposisi dan tawar menawar politik yang keras dari DPRD. Partai pendukung keduanya Gerindra-PKS hanya memiliki 26 kursi dari total 100 kursi di DPRD DKI. Bila ditambah dengan 2 kursi PAN yang bergabung di putaran kedua, jumlahnya hanya 28 kursi. DPRD bisa mengganjal berbagai program yang dirancang oleh Anies-Sandi.
Skenario keempat melalui jalur hukum. Sejumlah media menulis bahwa sehari setelah pelantikan Wagub Sandiaga Uno akan diperiksa oleh polisi dalam kasus penggelapan tanah. Pada masa kampanye dan setelah terpilih Sandi juga pernah diperiksa oleh KPK berkaitan dengan kasus korupsi yang melibatkan mantan Bendum Partai Demokrat Nazarudin.