Setelah itu Kemenko Maritim mencabut moratorium 17 pulau reklamasi. Semua proses tersebut dilakukan dengan cepat sebelum Anies-Sandi dilantik.
Seperti sebuah orchestra yang partiturnya telah ditulis dengan rapi, Gubernur DKI Djarot segera mengajukan pembahasan Rancangan Perda (Raperda) pulau reklamasi hanya dua hari menjelang masa jabatannya berakhir. Rajin dan bersemangat sekali gubernur yang satu ini.
Target dari berbagai manuver pemerintah pusat dan Djarot ini jelas untuk menyelamatkan proyek para pengembang raksasa itu. Mereka menginginkan semua proses hukum dan perizinan beres.
Dengan begitu Anies-Sandi tidak bisa berbuat apa-apa, sekaligus tidak bisa memenuhi janji kampanyenya.
Skenario kedua, Anies-Sandi diganjal secara internal. Hanya tiga bulan sebelum meninggalkan jabatannya, Djarot melakukan pergantian besar-besaran di eselon II , III dan IV Pemprov. Tidak tanggung-tanggung, ada 174 pejabat yang dirotasi. Djarot dicurigai menempatkan para pendukungnya di berbagai posisi strategis. Para pendukung Ahok-Djarot ini bisa mengganjal berbagai program Anies-Sandi agar dan bertindak sebagai oposisi dari dalam.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, pada Pasal 71 ayat 1 dan 2 seorang pejabat tidak boleh mengambil berbagai keputusan strategis, termasuk mengganti pejabat, enam bulan sebelum masa jabatannya berakhir, kecuali mendapat izin Mendagri.