Khusus untuk saat ini, sampai tiga bulan ke depan – kalau Presiden Jokowi tidak segera mengaktifkan kembali pimpinan KPK, atau menunjuk Plt – para koruptor bebas merdeka!
KPK sedang mati suri. Lumpuh. Pimpinan KPK sedang kosong karena mengembalikan mandat. Para karyawannya mogok kerja.
Beda halnya dengan kalau terkena stigma radikal. Habis sudah. Selesai. Anda game over!
Sebagaimana pernah dilansir oleh kantor berita Reuters Juni lalu. Seorang pejabat yang dekat dengan lingkar kekuasaan membocorkan. Pemerintah sedang menggodok aturan untuk menyingkirkan “garis keras” dan “radikal” dari pemerintahan dan BUMN.
Ada 10 departemen dan BUMN besar yang menjadi target pembersihan. Bila sudah telanjur menjadi ASN atau karyawan BUMN, dipastikan karir mereka akan mentok. Tak akan bisa promosi ke eselon II. Konon pula eselon I.
Siapa saja yang masuk dalam kelompok garis keras dan radikal ini? Menkeu Sri Mulyani sudah memberi semacam petunjuk. Mereka yang punya paham keagamaan eksklusif. Yang dimaksud pasti tidak jauh-jauh, umat Islam!
Ketika melantik sejumlah pejabat eselon II dan III pada pertengahan Juni lalu, Sri dengan keras menyatakan, perilaku semacam itu “tidak dimaafkan!”
“Kalau di institusi ini ada pimpinan di di level manapun, atau bahkan bukan pimpinan, tapi staf jajaran yang merasa atau memiliki kepercayaan bahwa Anda ingin menjadi eksklusif, maka Anda salah tempat, karena Anda tidak hanya menjadi benalu, tetapi racun bagi institusi dan bagi negara,” kata Sri.
Ngeriiiii beneeeerrr!
Jauh sebelum itu, sejumlah masjid di kantor pemerintahan dan BUMN sudah mulai menyingkirkan, mem-black list para Ustaz yang dicap garis keras dan radikal. Mereka tidak boleh lagi menyampaikan khotbah, ceramah, halaqoh, maupun kajian-kajian. Padahal selama ini aman-aman saja.
Alat Gebuk Baru Setelah Khilafah
Ya benar. Stigma radikal kini menjadi alat gebuk baru bagi pemerintah dan para pendukungnya. Sebelumnya yang digunakan isu khilafah, menyusul penetapan HTI sebagai organisasi terlarang.