Jelas sudah, Ratna memang menjadi target. Dia sudah divonis bersalah oleh hakim, sebelum persidangan. Bisa disimpulkan persidangan terhadap Ratna hanya formalitas. Sebuah panggung drama, lebih tepatnya serial telenovela yang dipersiapkan untuk kepentingan kampanye Pilpres.
Beberapa orang produser stasiun televisi mengaku sudah diminta menyiapkan siaran langsung untuk sidang Ratna. Namun ternyata dilarang. Mereka tetap boleh meliput, tapi tidak siaran langsung.
Persidangan akan digeber supaya bisa selesai sebelum hari pencoblosan. Jadi setiap hari media akan mendapat bahan segar untuk menggoreng isu ini.
Di beberapa group media sosial pendukung paslon 01 para buzzer sudah diminta bersiap-siap menyambut “pesta kemenangan.” Tidak perlu kaget bila media dan media sosial akan banjir berita persidangan Ratna. Kubu pendukung paslon 01 akan gas puuoolll isu ini.
Mengapa aparat penegak hukum menjadikan Ratna sebagai target? Dia bukanlah target sebenarnya. Dia hanya sasaran antara. Target sesungguhnya adalah paslon 02 Prabowo-Sandi dan para pendukungnya.
Targetnya juga bukan hukum. Tapi opini publik. Seperti dikatakan oleh pakar hukum pidana dari UII Yogyakarta, kasus Ratna sangat sulit untuk dikategorikan sebagai perbuatan pidana.
“Kalau temanya berita bohong itu melanggar Pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Pidana Hukum. Itu harus ada akibatnya, yaitu terjadi keonaran dalam masyarakat. Yang ribut hanya di sosial media,” ujar Mudzakir.