Eramuslim.com – Pada masa Orde Baru ada sebuah anekdot yang sangat terkenal di kalangan aktivis. Sebuah keluarga memiliki lima orang anak lelaki. Cita-citanya berbeda-beda. Ada yang ingin jadi jenderal, menteri, gubernur, anggota DPR, dan pengusaha.
Ketika meminta nasehat pada sang ayah, apa yang harus mereka lakukan? Jawabannya hanya satu: Masuk akademi militer! (AKABRI).
Sang Ayah tidak sedang bercanda. Pada masa itu seorang perwira militer, apalagi lulusan Akabri bisa memasuki hampir semua posisi di lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, bahkan di bidang bisnis. Kamar Dagang Dan Industri Indonesia (KADIN) pernah dipimpin seorang jenderal.
Peran TNI —kala itu masih disebut Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)— mares kemana-mana. Mulai di tingkat pusat, sampai daerah. ABRI juga punya perwakilan di MPR-DPR. Perwakilan mereka tergabung dalam Fraksi ABRI. Anggota F-ABRI tidak mengikuti pemilu, namun posisi dan perannya sangat menentukan.
Selain melalui F-ABRI, anggota TNI juga banyak berperan dalam politik praktis melalui Golkar di pusat maupun daerah. Dalam tubuh Golkar dikenal tiga jalur ABG. ABRI, Birokrasi, dan Golkar.