Dari judul-judul media dan akun buzzer dari dua kelompok yang berseberangan, sangat jelas ada upaya-upaya membenturkan, atau setidaknya memprovokasi. FPI Vs Banser!
Apakah media dan para buzzer ini secara sengaja dan sadar melakukan hal itu, atau hanya sekadar terbawa euforia dan semangat permusuhan yang sudah menjadi kesumat? Imbas dari Pilkada DKI 2017 dan kemudian berlanjut ke Pilpres 2019.
Isu Papua ini tidak boleh dibuat main-main karena bisa membakar kohesi bangsa Indonesia. Apalagi kalau sudah membawa-membawa sentimen agama, ras, suku, dan antar-golongan (SARA).
Belum lagi jika bicara kepentingan politik global. Sangat jelas ada kekuatan global yang berkepentingan agar Papua tetap rusuh dan menjadi perhatian dunia internasional.
Kelompok separatis the United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) mengklaim telah menyerahkan petisi menuntut referendum kemerdekaan Papua Barat kepada Ketua Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pemimpin ULMWP, Benny Wenda mengklaim petisi itu ditandatangani 1.8 juta orang, atau sekitar 3/4 rakyat Papua.
Di Jayapura seorang orator perempuan meneriakkan referendum dan kemerdekaan Papua.
Perlu sikap bijak dari semua pihak untuk tidak bermain-main dengan api “kemerdekaan” Papua. Api yang bisa membakar rumah besar bernama Indonesia.
Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, orang Papua perlu didengar, diajak bicara, dirangkul dan diakomodasi aspirasi dan kepentingan. Bagaimanapun mereka adalah bagian dari anak bangsa.
Jangan hanya dikeruk kekayaannya, bersamaan dengan itu mereka dipinggirkan dan nasibnya diabaikan. (*end)
Penulis: Hersubeno Arief