Pertama, modal utamanya adalah ngotot. Meskipun tidak punya dan tidak didukung dengan data, harus tetap ngotot. Apapun risikonya.
Kedua, harus dimintakan apa saja data-data, dan fakta di lapangan dari mereka yang tidak mendukung Jokowi tersebut
Ketiga, kalo dijawab dengan diberikan data-data dan fakta yang merugikan Jokowi, maka data tersebut harus dibilang hoax. Jangan keluarkan kata apapun dalam menghadapi data-data dan fakta lapangan, kecuali cepat-cepat bilang HOAX
Keempat, kalo ngotot tidak kuat. Minta data-data dan fakta lapangan juga tidak kuat. Setelah itu dibilang HOAX juga tidak kuat, maka langkah selanjutnya adalah laporkan saja ke polisi.
Tuduhan Jokowi soal Propaganda Rusia tampaknya dimaksudkan untuk memberi pukulan pamungkas. Sayangnya kosa kata Rusia menjadi sangat sensitif ketika disampaikan oleh seorang kandidat yang juga presiden inkumben.
Di kalangan para pendukung Prabowo-Sandi tudingan Jokowi malah ditanggapi secara bercanda. Koordinator Jubir Dahnil Anhar Simanjuntak mengatakan mereka menggunakan strategi Bojong Koneng, bukan Rusia. Di Medsos kata-kata Propaganda Rusia juga dipelesetkan menjadi Propaganda Raisa. Nama terakhir mengacu pada penyanyi wanita populer yang sangat banyak penggemarnya.
Tudingan Antek Asing
Serangan balik terhadap Jokowi tidak hanya berhenti pada soal Propaganda Rusia. Juru bicara BPN Andre Rosiade menuntut penjelasan Jokowi benarkah justru dia menggunakan konsultan asing.
Andre mendasari permintaan klarifikasi karena adanya info Jokowi pernah menggunakan jasa konsultan politik top asal AS Stanley Greenberg. Dalam web www.Political-Strategist.com nama Jokowi masuk dalam daftar klien Greenberg dari berbagai penjuru dunia.