Mereka bukanlah politisi kemarin sore. Mereka adalah politisi kemarin dulu. Politisi kawakan. SBY Bahkan pernah menjadi presiden selama dua periode. Zulkifli Hasan pernah menempati posisi jabatan tinggi. Mulai dari menteri sampai ketua MPR.
Jadi ini bukanlah soal jam terbang. Tapi lebih soal perilaku, pragmatisme politik dan abai terhadap nilai-nilai idealisme.
Pragmatisme semacam ini bukan fenomena baru dalam dunia politik kita. Pada Pilpres 2014 kita juga menyaksikan politisi pendukung Prabowo-Hatta berlompatan ke gerbong Jokowi-JK untuk mendapatkan jabatan dan rente ekonomi dari kekuasaan.
Golkar, PPP, PAN beradu cepat meninggalkan Gerindra dan PKS yang bertahan dalam Koalisi Merah Putih (KMP).
Mereka seperti seorang pria yang sudah melirik wanita lain, pada saat berlangsungnya pemakaman istrinya. Boro-boro menunggu tanah pemakaman mengering. Sudahnya punya PIL (Penguasa Idaman Lain).
Cerita seputar ini akan menjadi semakin tragis bila ternyata Prabowo bersama gerbong Gerindra akhirnya juga bersedia bergabung ke dalam gerbong Jokowi. Tidak tahan terlalu lama menjadi oposisi.
Politisi begini bukanlah politisi pejuang. Bukan politisi kelas negarawan seperti Bapak Pendiri Bangsa yang rela menderita meringkuk di balik terali penjajah.
Idealisme memerdekakan bangsa Indonesia tak sepadan ditukar dengan hidup nyaman menjadi antek penjajah.
Mereka hanya politisi kacangan yang berlagak sok negarawan.
Ketiga, ini kabar baiknya. Masyarakat kita ternyata masih sangat menghargai nilai-nilai kesetia-kawanan, idealisme, moral dan etika. Baik dan buruk. Tidak semua larut dalam pragmatisme.
Dibullynya Faldo maupun SBY menunjukkan masyarakat tidak suka dengan perilaku tidak loyal, pragmatis dan opportunis. Tanpa ba bi bu langsung hajar!
Bisa dibayangkan bagaimana masa depan bangsa ini bila semua hanya diam melihat perilaku politisi yang bertindak seperti bajing lompat.
Hari ini bersama Prabowo-Sandi. Mereka seakan rela mati dan pasang badan paling depan. Namun ketika ada tanda-tanda Prabowo-Sandi akan kalah, mereka serta merta langsung lompat pagar, memuja habis Jokowi seraya menghujat Prabowo-Sandi.
Muhammad Said Didu@msaid_didu
Karena saya selalu menyisakan ketidakpercayaan kepada politisi, maka saya tdk kaget thdp langkah “penghianatan” bbrp politisi pasca pilpres (tmsk bbrp politisi muda yg awalnya seakan jadi harapan). Silakan publik menilai
Bagi para pendukung Jokowi harusnya juga berhati-hati dengan politisi model begini. Jika arah angin berubah, dapat dipastikan mereka akan menjadi orang pertama yang lari lintang pukang.
Mereka serta merta akan meninggalkan Jokowi seraya mencerca, mencaci maki seperti yang mereka lakukan terhadap Prabowo-Sandi. Itu watak asli mereka.
Orang Jawa menggambarkan dengan menarik dalam satu kalimat: Kalau watuk (batuk) masih bisa diobati. Kalau watak, tak Mungkin disembuhkan.
Politisi medsos, politisi dadakan, politisi kemarin sore maupun politisi kemarin dulu, ukurannya bukan pada apa yang mereka katakan.
Apakah mereka satu kata dengan perbuatan. Apakah mereka tetap menjaga nilai-nilai kesetia-kawanan dalam kondisi apapun, susah senang. Apakah mereka tetap menjaga nilai-nilai etika dan moral. Tidak hanya bener, tapi juga pener. [end/hersubeno-arief.com]