Persepsi ini bukan tidak disadari Prabowo. Ketika bicara dalam forum “The World 2019” dia menyampaikan, bersama pasangannya Sandiaga Uno akan mengusung program utama pemberantasan korupsi. Langkah ini sangat penting untuk menjamin adanya kepastian hukum, dan jaminan bagi dunia bisnis. Tidak ada retorika ultranasionalis seperti yang banyak digambarkan.
Lepas dari berbagai sikap Prabowo yang sering banyak disalahpahami, bagi Lee maupun komunitas internasional, Prabowo jelas lebih “nyambung” bila diajak bicara dibandingkan dengan Jokowi.
Dengan Lee, Prabowo sama-sama memiliki latar belakang militer dan pengalaman internasional. Sebelum terjun ke politik Lee adalah seorang jenderal di angkatan bersenjata Singapura dengan pangkat terakhir Brigjen.
Latar belakang Prabowo yang kosmopolit juga memudahkan dia berbicara dengan komunitas internasional. Berbeda dengan Jokowi yang cenderung menghindari forum-forum internasional.
Sampai saat ini setidaknya sudah empat kali Jokowi tidak menghadiri Sidang Umum PBB. Dia selalu mewakilkannya ke Wapres Jusuf Kalla. Pengalaman dan pemahamannya yang terbatas dalam komunitas internasional, dan kemampuan bahasa Inggrisnya yang sangat lemah, boleh jadi menjadi penyebab mengapa Jokowi selalu absen.
Sikap Jokowi ini membuat Indonesia tidak bisa tampil dan mengambil prakarsa internasional seperti yang pernah dilakukan para presiden terdahulu seperti Bung Karno, dan Soeharto, termasuk oleh BJ Habibie maupun SBY.
Elektabilitas Terus Menurun
Publikasi survei yang dilakukan oleh Median bisa menjadi petunjuk mengapa Lee memperlakukan Prabowo seperti seorang presiden yang sudah terpilih. Elektabilitas Jokowi terus menurun, dan angkanya sudah berada di bawah 50%.
Negara-negara yang mempunyai kepentingan dengan Indonesia, pasti juga mempunyai data yang sama. Ini menjelaskan mengapa ada tanda-tanda perubahan arah dukungan politik komunitas internasional.
Sebelum Lee, Duta Besar Cina di Jakarta Xiao Qian 26 September lalu sudah berkunjung ke kediaman Prabowo di Hambalang. Ini juga bisa diartikan sebagai signal kuat bahwa Cina ingin mempunyai hubungan yang baik dengan Prabowo, sebagai pemimpin Indonesia mendatang.
Berdasarkan survei Median yang digelar pada bulan Oktober, selisih Jokowi-Ma’ruf dengan Prabowo-Sandi tinggal 12.2%. Jokma 47.7% dan PS-SU 35.5%. Dengan trend penurunan 1-2% setiap bulan, diperkirakan selisihnya kini tinggal 8-9%.