Skenarionya, kata Kepala Staf Presiden Moeldoko, seperti kerusuhan Mei 1998.
“Bila sampai ada yang tewas tertembak, maka seolah-olah aparat yang disalahkan,” kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Penjelasan Tito yang disampaikan dalam jumpa pers bersama Wiranto, dan Moeldoko, Selasa (21/5) sangat meyakinkan.
Kepada media mereka menunjukkan barang bukti senjata yang diselundupkan. Apalagi Wiranto menyebut ada rencana pembunuhan terhadap empat orang tokoh, termasuk dirinya.
Framing berita semacam itu kian mendapat pembenaran karena sebelumnya di sebuah video yang viral, Soenarko tampak mengarahkan massa untuk mengepung istana dan KPU.
Dalam laporan utama edisi pekan lalu Majalah Tempo menurunkan tulisan panjang dengan judul “ Paket dalam Tas Raket dan Skenario 22 Mei.”
Dalam tulisan itu dilaporkan dengan rinci proses “penyelundupan” senjata dari Aceh, sampai proses penangkapan Soenarko.
Tempo sempat mewawancarai Soenarko dua hari sebelum ia ditangkap. Soenarko membantah menyiapkan skenario makar. “Masak, makar membawa sajadah, kacamata, dan masker?” ujarnya.
Soenarko mengatakan berniat turun ke jalan untuk memprotes hasil pemilu bersama sejumlah purnawirawan. “Kalau sesuai undang undang kan boleh,” katanya. “Tapi, kalau mereka tak berangkat, saya juga tak berangkat.”
Dengan menampilkan hasil wawancara tersebut, sekilas Tempo sudah menjalankan prinsip cover both side meliput kedua belah pihak secara seimbang seperti yang dituntut Suryo. Namun secara keseluruhan laporan utama itu tidak berimbang.
Ada kalimat-kalimat yang telah menghakimi. Tempo misalnya menggunakan kata “ surat lancung” untuk untuk dokumen yang disebut palsu