Ada wacana dari Kepala Staf Kantor Presiden Jenderal TNI (Purn) Moeldoko untuk menambah jumlah anggota Babinsa. Setiap desa, satu orang Babinsa. Saat ini seorang anggota Babinsa bertanggung jawab sampai lima desa.
Tak lama setelah itu Jokowi mengumpulkan 4.500 orang Babinsa dari seluruh Indonesia di Lanud Husein Sasatranegara, Bandung (17/7/2018). Kepada para Babinsa Jokowi minta agar mereka menjelaskan kepada masyarakat bahwa isu dirinya keturunan PKI tidak benar.
Jokowi juga meminta agar anggota TNI dan Polri menjelaskan keberhasilan kinerja pemerintahan kepada masyarakat. Hal itu disampaikan ketika memberi pengarahan kepada Siswa Sekolah Staf dan Komando (Sesko) TNI dan Peserta Sekolah Staf dan Pimpinan (Sespimti) Polri Tahun 2018 di Istana Negara (23/8/2018).
Sebagai respon atas banyaknya kolonel yang menganggur, Jokowi menjanjikan adanya penambahan 60 pos jabatan jenderal. Jokowi menyampaikan hal itu pada Rapim TNI-Polri di Istana Merdeka (29/1). Jokowi juga memperpanjang usia pensiun dari 53 tahun menjadi 58 tahun.
Jokowi tampaknya menangkap ketidakpuasan di kalangan TNI, dan kebutuhan menyalurkan para perwira menengah itu sebagai sebuah peluang “menggoda” TNI.
Dengan sistem pemilu serentak, sangat sulit bagi Jokowi mengandalkan mesin politik untuk memenangkan pilpres. Partai-partai politik lebih fokus untuk memenangkan pileg. Jokowi juga tidak bisa mengandalkan relawan. Dia menghadapi sebuah realitas, relawan pendukungnya tidak lagi militan seperti pada Pilpres 2014.
Tidak ada pilihan lain bagi Jokowi kecuali mengandalkan mesin birokrasi, intelijen, Polri, dan TNI. Sejauh ini Jokowi terlihat sudah berhasil melakukan konsolidasi pada birokrasi, intelijen, dan Polri. Tinggal TNI yang perlu digarap lebih serius.
Tantangan memang cukup berat. Jokowi akan menghadapi penentangan yang cukup luas dari kalangan koalisi masyarakat sipil dan internal TNI. Namun jika sukses, hasilnya cukup sepadan. Mengapa tidak dicoba.
Dengan memiliki Babinsa TNI yang bisa diduetkan dengan Babinkamtibmas Polri, Jokowi akan memiliki mesin politik yang sangat efektif dan efesien, sampai ke desa-desa. Hal itu akan sulit ditandingi oleh kompetitornya Prabowo, sekalipun mereka memiliki relawan emak-emak yang sangat militan.
Sekarang tinggal tergantung bagaimana sikap para pimpinan TNI. Apakah persoalan membengkaknya sumber daya manusia, dan kecemburuan terhadap Polri cukup sepadan ditukar guling dengan mendukung kembali Jokowi sebagai presiden. Harga yang harus dibayar sangat mahal : Kembalinya Dwifungsi TNI.
Melihat latar belakang para pimpinan TNI saat ini, tampaknya keinginan Jokowi dan para penasehatnya akan menghadapi tantangan besar. Pimpinan TNI saat ini adalah angkatan 80-an. Mayoritas mengenyam pendidikan Barat, yang menganut paham militer tidak mencampuri kehidupan politik (under civilian control).
Mereka pasti tidak ingin dicatat dalam sejarah sebagai generasi TNI yang mengkhianati reformasi dan menghancurkan demokrasi. end [kl]
BEST SELLER PEKAN INI, INGIN PESAN? SILAHKAN KLIK LINK INI :
https://m.eramuslim.com/resensi-buku/resensi-buku-diponegoro-1825-pre-order-sgera-pesan.htm