Belum lagi persoalan ikutan lainnya. Seorang sopir online mengirim surat terbuka kepada Jokowi, bagaimana nasib kredit mobil mereka bila sampai tidak bekerja. Perusahaan leasing akan menarik mobil mereka. Padahal pada mobil itulah periuk nasi mereka bergantung.
“Bagi kami dan jutaan rekan-rekan pengemudi lebih takut mati kelaparan daripada mati karena Covid 19. Mati kelaparan lebih menyakitkan dan memalukan Pak,” tulis sopir bernama Ganda Silalahi itu.
Berbagai persoalan ekonomi, terutama menyangkut nasib perut rakyat kecil itu bila tidak bisa diselesaikan dengan baik akan berdampak sosial serius.
Kejahatan meningkat, konflik horisontal dan tidak menutup kemungkinan terjadi kerusuhan sosial. Perut lapar tak bisa menunggu. Perut lapar tak bisa kompromi.
Perpaduan antara ekonomi negara yang kolaps, ketidakpuasan publik, dan munculnya kerusuhan sosial bisa berdampak serius secara politik. Ujung-ujungnya adalah tuntutan mundur Jokowi. Hal itu benar-benar harus dihindari.
Karena itu lah para buzzer pemerintah kompak menyerang siapapun yang menyuarakan pentingnya lockdown. Termasuk ketika ada pendukung Jokowi yang menyerukan lockdown. Langsung hajar tanpa ampun.
Kalkulasi ekonomi, sosial dan politik itu lah yang membuat Jokowi seperti mengulur waktu, melakukan kondisioning, sambil berharap pada nasib baik. Siapa tahu karena Tuhan sayang kepada bangsa Indonesia, tiba-tiba penyebaran virus corona berhenti dengan sendirinya.
Coba perhatikan di media sosial. Para die hard Jokower di seluruh dunia bersatu —dalam dan luar negeri—padu mencari kambing hitam. Sasarannya siapa lagi kalau bukan Gubernur DKI Anies Baswedan.
Mereka menggoreng isu Anies sebagai pejabat yang menyebar ketakutan ke publik. Potongan pernyataan Anies bahwa pembatasan transportasi umum di Jakarta sebagai pesan efek kejut bagi warga Jakarta, disebar secara massif. Sejumlah pendukung Jokowi juga berencana berunjukrasa ke Balaikota DKI.
Dengan mendiskreditkan Anies mereka setidaknya akan mendapat dua keuntungan.
Pertama, mendapat kambing hitam. Sasaran tembak beralih dari Jokowi ke Anies.
Kedua, berhasil mendowngrade Anies yang saat ini mendapat panggung gemerlap karena kesigapannya menangani virus corona.
Masalahnya sampai kapan Jokowi bisa bertahan tidak melakukan lockdown, atau apapun namanya?
Jika terjadi ledakan jumlah yang positif corona —tanda-tanda dan kalkulasinya sudah sangat jelas— maka dipastikan ongkos politik yang harus dibayar Jokowi jauh lebih mahal. Sangat mahal malah. end. (*end)
Penulis: Hersubeno Arief