Salah satu jualan utama mereka adalah “ketegasan” Ahok. Isu ini akan coba dibenturkan dengan figur Anies sebagai seorang akademisi yang mereka asumsikan tidak mungkin berani tegas seperti Ahok. Dalam konteks inilah mengapa kemudian isu para pedagang Tanah Abang yang kembali berjualan di pinggir jalan digoreng secara besar-besaran di media, maupun media sosial.
Di situs video berbagi *Youtube* bahkan ada yang membuat visual berbagai perbedaan antara Anies dengan Ahok sejak hari pertama keduanya menjadi Gubernur DKI. Dalam berbagai tayangan video digambarkan bagaimana Ahok menyelesaikan berbagai persaoalan di Jakarta dengan cara yang tegas.
Opini publik akan digiring bahwa hanya Ahok yang berhasil mengelola Jakarta dengan baik. Ahok adalah pemimpin yang tegas dan berani. Warga Jakarta akan dibuat menyesal karena tidak memilih Ahok. Buktinya ketika Jakarta tidak lagi dipimpin Ahok, semua yang sudah tertata kembali berantakan.
Persepsi ini akan terus menerus dijejalkan dalam memori kolektif publik. Jangan kaget bila media massa dan media sosial akan dijejali berbagai isu model pedagang Tanah Abang dengan berbagai variannya. Gaya pemasaran semacam ini mengadopsi strategi repetisi dengan tujuan agar para konsumen (pemilih) mengingat produk tersebut. “Ahok adalah figur yang tegas, Anies adalah figur yang lemah.”
Menghadapi strategi kompetitor yang ofensif Ahok dan timnya, jawaban paling tepat adalah terus melakukan inovasi. Anies dan timnya juga harus terus menerus mengingatkan publik bahwa antara tegas dengan kasar itu dua hal yang berbeda.