Maka kemudian muncullah terminologi, media sebagai watchdog, demokrasi. Saking pentingnya media dalam negara negara demokrasi sampai disebut sebagai the fourth estate, pilar ke-empat demokrasi, di luar eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Sebagai pilar dia harus tegak dan kuat. Berdiri sama tinggi dengan cabang-cabang kekuasaan lain, terutama eksekutif. Peran ini sangat terasa pada awal kemerdekaan RI, sampai pada masa awal Orde Baru. Tirto Adisuryo, Djamaluddin Adinegoro, dan Mochtar Lubis adalah beberapa nama dari sederet tokoh yang bisa disebut sebagai ikon media pergerakan seperti di Indonesia.
Pers Industri
Mengapa media di Indonesia seakan kehilangan elan vitalnya sebagai pengawal utama demokrasi? Era industri melumpuhkan semuanya.
Secara garis besar ada dua jenis media. Pertama, media yang dibangun oleh para wartawan dan berubah menjadi konglomerasi.
Masuk dalam kelompok ini adalah Kompas, Jawa Pos, Suara Merdeka, dan Pikiran Rakyat. Kompas bahkan sudah tumbuh menjadi bisnis raksasa. Memiliki percetakan dan toko buku, perhotelan, rumah sakit, radio, televisi, sampai lembaga pendidikan.
Kedua, para pebisnis yang merambah konglomerasi media. Yang masuk dalam kelompok ini adalah Emtek ( Indosiar, SCTV). Trans Corp (Trans TV, Trans 7, CNN, CNBC, detik.com, CNN.com). Bakrie (Antv, Tv One), MNNC (RCTI, Inews, MNC, Radio Trijaya, Koran Sindo, okezone.com). Media Group (Metro TV, Media Indonesia). Mahaka Media ( Jak TV, Republika, jaringan sejumlah radio).
Kedua jenis kelompok media itu, baik yang didirikan oleh mereka yang berlatar belakang media, maupun konglomerasi, sangat sulit untuk menerapkan pemisahan yang tegas antara bisnis dan independensi redaksi (firewall theory).
Sisi idealisme, terutama di kalangan wartawan, harus tunduk oleh kepentingan bisnis dan politik para pemilik media.
Sisi ini yang dengan jeli dimanfaatkan oleh penguasa. Mereka dengan mudah ditaklukkan melalui pendekatan dan tekanan politik, hukum, maupun bisnis. Posisi tawar wartawan sangat lemah di era pers industri. Belum lagi faktor banyak wartawan masuk ke media tak lebih karena tuntutan ketersediaan lapangan kerja. Era wartawan aktivis, nampaknya sudah berlalu.