Foto-foto Jokowi yang tengah menjadi imam salat, alih-alih memperkuat citra ke-Islamannya, malah menjadi bahan candaan. Dalam Islam, menjadi imam salat, bukan asal modal berani. Apalagi dipamer-pamerkan. Seperti bunyi promosi sebuah produk. Ada syarat dan ketentuan yang berlaku.
Pada peristiwa tsunami di Selat Sunda, tim Jokowi juga meluncurkan kampanye serial foto Jokowi yang tengah berjalan sendirian. Dia terlihat berjalan sendirian di pantai, di antara reruntuhan, memandang laut lepas dan berbagai pose lainnya.
Entah mengapa pose seperti ini sangat disukai Jokowi. Di berbagai lokasi bencana, mulai dari kebakaran hutan di Riau, Gempa di Lombok, Palu dan Donggala, serta tsunami Selat Sunda, pose Jokowi semuanya sama.
Kampanye pencitraan ini dengan mudah dipatahkan. Di medsos bertebaran foto-foto behind the scene ( di belakang layar). Sangat terlihat bahwa foto itu tidak natural, tapi by design, sengaja dirancang. Jokowi atau tim konsultannya sengaja memanfaatkan momen itu untuk sesi foto. Ada yang berkomentar “ Tega amat, shooting di tempat bencana.”
Banyak yang mempertanyakan, kalau niatnya berkunjung ke tempat bencana mengapa Jokowi tidak menyapa korban? Interaksi dengan korban, atau para korban yang menangis memohon bantuan Jokowi, pasti jauh lebih dramatis. Mengapa kok malah menyendiri? Dia seolah menyapa, dan berdialog dengan laut dalam diam.
Foto-foto semacam ini dengan mudah didekonstruksi Jokowi seolah merenungi nasib. Tak berdaya menghadapi bencana. Dia juga seakan ditinggalkan sendiri oleh para pembantunya. Padahal faktanya para menteri yang ada di lokasi di larang mendekat. Mereka bisa mengganggu sudut pengambilan gambar para fotografer dan kameramen.
Jelas sudah Jokowi pada Pilpres kali ini menghadapi dua medan pertempuran. Selain Prabowo-Sandi, Jokowi menghadapi arus besar masyarakat yang tengah menginginkan perubahan.
Wael Ghonim seorang aktivis internet yang menggerakkan demonstrasi besar di Mesir pada awal Arab Spring pernah mengingatkan “ Kekuatan rakyat (people power), jauh lebih kuat dibandingkan dengan rakyat yang berada dalam kekuasaan.” (kl/source)