Indikasi bahwa kampanye di GBK akan meledak sebenarnya juga sudah terlihat dari kampanye Prabowo di beberapa daerah. Silakan sebut kampanye Prabowo-Sandi dimana saja. Mulai dari Papua, Manado, Makassar, Mataram, Sidoarjo, Bandung, Bogor, Padang, sampai di kawasan kandang Banteng seperti di Purwokerto dan Tegal. Massa tumpah ruah.
Ada sedikit catatan di Bali. Kampanye Prabowo tidak semeriah daerah lain. Namun mengingat posisinya sebagai daerah merah, kampanye Prabowo di Bali cukup mengagetkan.
PERTARUNGAN HIDUP MATI
Kampanye di GBK tidak boleh hanya kita lihat dari sisi jumlah massa yang hadir. Kampanye ini juga akan menjadi simbol yang sangat prestius bagi kedua kubu. Juga bisa menjadi indikator kotak suara siapa yang akan lebih penuh pada 17 April.
Setelah Prabowo, beberapa hari kemudian Jokowi akan menggelar acara serupa di tempat yang sama. Publik dan media massa bisa langsung membandingkan kekuatan kedua kubu.
Tanggal 13 April atau hari terakhir kampanye, paslon 01 akan menggelar konser Group Band Slank. Mereka menargetkan bisa memutihkan GBK. Mengulang konser serupa pada tahun 2014. Konser “Salam Dua Jari” dianggap sebagai momen kebangkitan Jokowi pada Pilpres 2014. Dia berhasil membalikkan posisinya yang tertekan.
Karena ada persiapan kampanye Jokowi inilah pengelola GBK hanya bisa memberi alokasi waktu bagi Prabowo sampai pukul 11.00 WIB. Sore sampai malam hari, semua perlengkapan harus dibongkar bersih.
Bisa dibayangkan betapa seriusnya kubu Jokowi menyiapkan acara tersebut. Tanggal 13 April konser, persiapan sudah dimulai sejak tanggal 8 April. Sebelumnya Prabowo malah hampir tak bisa berkampanye di GBK karena sudah di-booking penuh oleh tim Jokowi sejak tanggal 1-13 April.
Jadi kampanye kali ini adalah pertaruhan hidup mati bagi kedua kubu. Secara psikologis kubu Prabowo saat ini berada di atas angin, dan Jokowi tertekan.
Kubu Prabowo tidak perlu repot-repot memikirkan mobilisasi massa pendukung. Massa pendukung mengurus sendiri semua keperluan. Mulai dari transportasi, akomodasi dan logistik. Panitia tinggal fokus menyiapkan acara dan fasilitas pendukung. Yang paling penting sanitasi berupa MCK dan tempat berwudhu.
Soal logistik tampaknya tidak perlu dikhawatirkan. Di medsos sudah diumumkan massa tak perlu khawatir karena banyak posko logistik yang dibuka dan banyak dermawan yang menyumbang. Beberapa restoran Padang juga sudah diborong. Persis seperti berbagai Aksi Bela Islam yang berjilid itu.
Mereka tinggal memikirkan bagaimana menjaga jangan sampai ada penyusupan, dan provokasi terhadap massa. Hal-hal kecil mulai soal sampah, sampai kemungkinan menyusupkan bendera so called HTI juga kudu diantisipasi.
Media mainstream yang sudah dikooptasi atau ditekan, para buzzer bayaran sudah siap-siap menggoreng. Tidak boleh lengah.
Kegiatan di GBK jangan hanya dilihat sebagai kampanye Prabowo. Kegiatan ini harus dilihat sebagai momentum perlawanan rakyat terhadap Jokowi. Momentum rakyat dapat menunjukkan pembangkangan (people disobedience) secara terbuka.
Sebaliknya kubu Jokowi harus bekerja keras melakukan mobilisasi massa. Sulit ada massa yang datang secara sukarela. Kalau toh ada pasti jumlahnya sangat kecil.
Untuk mendatangkan massa sampai setidaknya 1 juta orang merupakan pekerjaan maha besar. Dana yang diperlukan juga sangat besar. Walaupun soal dana sebagai penguasa Jokowi tidak akan kesulitan. Tinggal sebut butuh berapa?
Namun mengelola masa “bayaran” ini kalau salah bisa-bisa jadi bumerang. Jangan lupakan peristiwa “Parade Kita Indonesia.” Untuk menandingi aksi 212, kubu pemerintah saat itu membuat kegiatan yang dikenal sebagai Aksi 412. Sejumlah taipan seperti Agung Podomoro, dan Artha Graha Group ikut mendanai.
Dua petinggi Partai Golkar Fahd Arafiq dan Fayakhun Andriadi terlibat adu mulut dan kemudian kejar-kejaran di Plaza Indonesia. Fahd menuding Fayakhun tak bisa memenuhi kuota massa sebanyak 10.000 orang. Padahal dana sudah diterima. Bayangkan untuk 10.000 orang saja kesulitan, apalagi 1 juta orang?
Ironisnya kedua tokoh Golkar itu seperti kompakan. Keduanya berurusan dengan KPK karena kasus korupsi dan harus mendekam di bui.
Massa pendukung Jokowi juga pernah menjadi korban bully ketika sekelompok alumni Universitas Indonesia menggelar dukungan di Istora , Senayan. Mereka sampai harus mendatangkan massa bayaran ibu-ibu dari Cibitung, Bekasi. Mereka ini mendapat julukan alumni Universitas Indonesia cabang Cibitung.
Tentang berapa jumlah yang hadir dipastikan akan menjadi perdebatan panjang sampai beberapa pekan ke depan. Ada kecenderungan kubu Prabowo-Sandi sedikit melebih-lebihkan. Sebaliknya kubu Jokowi semaksimal mungkin akan mengecil-ngecilkan.
Ceritanya kurang lebih akan sama dengan saat berlangsungnya Aksi 411, Aksi 212, atau Reuni Akbar 212.
Namun untuk acara di stadion GBK ini jumlah massanya relatif lebih bisa dihitung. Kapasitas GBK jika kursi dan area lapangan penuh, jumlahnya sekitar 150 ribu orang. Area seputar GBK penuh, kapasitasnya 500 ribu. Total sudah mendekati 1 juta.
Jika massa tumpah sampah jalan-jalan sepanjang Asia-Afrika, Gatot Subroto, Sudirman, bahkan sampai jakan Thamrin, silakan dihitung sendiri berapa jumlahnya.